Rabu, 10 Februari 2016

laporan kimia analitik

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK
TITRASI REDOKS


Oleh
Dini Febrianti W
D1A140933

   




    LABORATORIUM KIMIA DASAR JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS AL GIFARI
BANDUNG
2015

BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Prinsip Percobaan
Berdasarkan reaksi reduksi dan oksidasi dengan metode permanganometri.
1.2    Tujuan Percobaan
1.    Untuk menentukan kadar besi (Fe) dalam cuplikan sampel FeSO4.7H2O



























BAB II
TEORI PENUNJANG

Permanganometri adalah teknik pengukuran penetapan kadar zat berdasar atas reaksi oksidasi reduksi dengan KMnO4.  Kalium permanganat merupakan oksidator kuat dalam larutan yang bersifat asam, netral dan basa. Permanganometri merupakan suatu penetapan kadar atau reduktor dengan jalan dioksidasi dengan larutan baku Kalium Permanganat (KMnO4) dalam lingkungan asam sulfat encer. Metode permanganometri didasarkan pada reaksi oksidasi ion permanganat. Oksidasi ini berlangsung dalam suasana asam, netral, dan basa, dimana kalium permanganat merupakan oksidator yang kuat sebagai titran. Titrasi ini didasarkan atas titrasi reduksi dan oksidasi atau redoks.
Pada umumnya titrasi menggunakan KMnO4 tidak memerlukan indicator karena 0,01 KMnO4 0,1N dalam 100 ml larutan telah memberikan warna ungu.
Metode permanganometri didasarkan atas reaksi oksidasi ion permanganat.  Oksidasi ini dapat dijalankan dalam suasana asam, netral, ataupun basa. Jika titrasi dilakukan dalam lingkungan asam, maka akan terjadi reaksi :
MnO4- + 8H+ + 5e- →    Mn2+ + 4H2O
Dimana  potensial oksidasinya sangat dipengaruhi oleh adanya kepekaan ion hidrogen, akan tetapi konsentrasi ion mangan(II) pada persenyawaan diatas tidak terlalu berpengaruh terhadap potensial redoks, karena konsentrasi ion mangan(II) sendiri mampu mereduksikan permanganat dengan membentuk ion mangan(III) dan mangan oksida (MnO2). Dalam suasana asam reaksi diatas berjalan sangat lambat, tetapi masih cukup cepat untuk memucatkan warna dari permanganat setelah reaksi sempurna. Jadi umumnya titrasi dilakukan dilakukan dalam susana encer lebih mudah mengamati titik akhirnya.
Oksidasi dengan permanganat dalam lingkungan asam lemah, netral, atau alkali dengan reaksi sebagai berikut :
MnO4 +4H- +3e  →MnO2  + 2H2O
Dapat dilihat bahwa pengaruh konsentrasi ion hidrogen agak kurang dibandingkan dalam suasana asam.
Kalium permanganat jika digunakan sebagai oksidator dalam larutan alkalis kuat, maka ada dua kemungkinan bagian reaksi , yaitu pertama :  reaksi yang berjalan relatif cepat :
MnO4 - + e- → MnO42-
Dan reaksi kedua yang berlangsunng relatif lambat :
MnO4 2- + 2H2O + 2 e- → MnO2 + 4 OH-
Dari uraian di atas maka untuk membuat larutan baku kalium permanganat harus dijaga faktor-faktor yang dapat menyebapkan penurunan yang besar dari kekuatan larutan baku tersebut, antara lain dengan pemanasan dan penyaringan.
Pada permanganometri, titran yang digunakan adalah kalium permanganat. Kalium permanganat mudah diperoleh dan tidak memerlukan indikator kecuali digunakan larutan yang sangat encer. Setetes permanganat memberikan suatu warna merah muda yang jelas kepada volume larutan dalam suatu titrasi. Warna ini digunakan untuk menunjukkan kelebihan pereaksi.
Kalium Permanganat distandarisasikan dengan menggunakan natrium oksalat atau sebagai arsen(III) oksida standar-standar primer. Reaksi yang terjadi pada proses pembakuan kalium permanganat menggunakan natrium oksalat adalah:
5C2O4- + 2MnO4- + 16H+ →  10CO2 + 2Mn2+ + 8H2O
Akhir titrasi ditandai dengan timbulnya warna merah muda yang disebabkan kelebihan permanganat.
Penetapan kadar zat  berdasarkan reaksi redoks dengan KMnO4 atau dengan cara permanganometri. Hal ini dilakukan untuk menentukan kadar reduktor dalam suasana asam dengan penambahan asam sulfat encer, karena asam sulfat tidak bereaksi terhadap permanganat dalam larutan encer. Pada permanganometri, titran yang digunakan adalah kalium permanganat. Kalium permanganat mudah diperoleh dan tidak memerlukan indikator kecuali digunakan larutan yang sangat encer serta telah digunakan secara luas sebagai pereaksi oksidasi selama seratus tahun lebih. Setetes permanganat memberikan suatu warna merah muda yang jelas kepada volume larutan dalam suatu titrasi. Warna ini digunakan untuk menunjukkan kelebihan pereaksi.
Kalium permangatat sukar diperoleh secara sempurna murni dan bebas sama sekali dari mangan oksida. Dalam larutan asam, permanganat(VII) akan tereduksi sehingga tidak berwarna dan bilangan oksidasinya menjadi +2 (ion mangan(II) (Mn2+)).
8 H+ + MnO4− + 5 e− → Mn2+ + 4 H2O
Dalam larutan basa kuat, permanganat(VII) akan tereduksi, warnanya menjadi hijau, dengan bilangan oksidasi +6 (manganat MnO42−).
MnO4− + e− → MnO42−
Dalam larutan netral, ion ini akan tereduksi sehingga bilangan oksidasinya menjadi +4, warnanya hijau (mangan dioksida MnO2).
2 H2O + MnO4− + 3 e− → MnO2 + 4 OH−
Zat organik air dioksidasikan dengan KMNO4 direduksikan oleh asam oksalat . Kelebihan asam oksalat dititrasi dengan KMNO4.































BAB III
PROSEDUR PERCOBAAN

3.1 Prosedur Percobaan
A.    Alat dan Bahan
Alat :
1.    Buret
2.    Corong
3.    Filler
4.    Gelas kimia 250 mL
5.    Kaki tiga
6.    Kasa kawat
7.    Klem dan statif
8.    Labu erlenmeyer
9.    Labu ukur 100 mL
10.    Neraca analitik
11.    Pembakar spirtus
12.    Pipet seukuran 10 mL
13.    Pipet tetes
14.    Pipet ukur 10 mL
15.    Spatulla
16.    Termometer

Bahan :
1.    Aquadest
2.    Cuplikan sampel FeSO4.7H2O
3.    Indikator kanji (amilum)
4.    Larutan Asam Oksalat (H2C2O4) 0,1N
5.    Larutan Asam Sulfat (H2SO4) 2N
6.    Padatan Kalium Permanganat (KMnO4)




B.    Prosedur Percobaan
1.    Pembuatan Larutan Standar Sekunder KMnO4 0,1N
a.    Ditimbang dengan teliti 0,32 gram KMnO4 dan dilarutkan dalam 100 mL aquadest didalam gelas kimia.
b.    Kemudian larutan KMnO4 dididihkan selama 15 menit.
2.    Standarisasi Larutan Standar KMnO4 0,1N
a.    Dipipet 10 mL larutan standar primer asam oksalat 0,1N kedalam labu erlenmeyer.
b.    Ditambahkan 10 mL larutan asam sulfat 2N, kemudian dititrasi dengan 3 tetes larutan KMnO4.
c.    Selanjutnya titrat dihangatkan hingga suhu 70-800C, kemudian titrasi dilanjutkan kembali hingga terbentuk warna merah jambu yang konstan (TA).
d.    Dihitung konsentrasi larutan KMnO4 yang sebenarnya.
3.    Penentuan Kadar Cuplikan Sampel FeSO4.7H2O
1.    Dipipet 10 mL cuplikan sampel kedalam labu erlenmeyer dan ditambahkan 10 mL larutan asam sulfat 2N.
2.    Kemudian ditambahkan 10 mL aquadest dan 1 mL indikator kanji.
3.    Dititrasi dengan larutan KMnO4 hingga terbentuk warna biru yang konstan (TA).
4.    Dihitung konsentrasi FeSO4.7H2O yang terkandung dalam sampel.














BAB IV
HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

4.1    Hasil Percobaan
1.    Pembuatan Larutan Baku
a)    Larutan KMnO4 0,1N
•    KMnO4 merupakan padatan berwarna biru pekat dan tidak berbau.
•    Natrium hidroksida + aquadest → larutan berwarna biru pekat dan tidak berbau.
2.    Pembakuan Larutan
a)    Pembakuan KMnO4 dengan Asam Oksalat
•    Larutan asam oksalat merupakan larutan tidak berwarna dan tidak
berbau.
•    Larutan asam sulfat 2N merupakan larutan tidak berwarna dan tidak berbau.
•    Saat larutan asam oksalat ditambahkan 10 mL larutan asam sulfat 2N san 3 tetes larutan KMnO4 terjadi perubahan warna pada larutan asam oksalat, larutan menjadi berwarna ungu muda.
•    Saat larutan tersebut dipanaskan hingga suhu 700C, larutan kembali menjadi tidak berwarna dan kemudian dititrasi dengan larutan KMnO4.
•    Data hasil pembakuan larutan KMnO4 dengan larutan H2C2O4 0,1 N :
Pengujian Ke-    Volume H2C2O4 (mL)    Volume KMnO4 0,1 N (mL)
        Awal    Akhir    Pemakaian
1    10    0,00    1,50    1,50
2    10    0,00    1,50    1,50
Volume rata-rata    1,50
•    Dari hasil perhitungan maka konsentrasi larutan NaOH yang didapat adalah 0,67 N.





b)    Penetapan Kadar Cuplikan Sampel FeSO4.7H2O
•    Larutan FeSO4.7H2O merupakan larutan berwarna coklat muda dan tidak berbau.
•    Indikator kanji (PP) merupakan larutan berwarna putih dan tidak berbau.
•    Data hasil titrasi penetapan kadar FeSO4.7H2O dengan larutan KMnO4 0,1N :
Pengujian Ke-    Volume FeSO4.7H2O (mL)    Volume KMnO4 0,1 N (mL)
        Awal    Akhir    Pemakaian
1    10    0,00    0,30    0,30
2    10    0,00    0,40    0,40
Volume rata-rata    0,35

4.2    Pembahasan
Pada percobaan penetapan kenormalan KMnO4 digunakan asam oksalat 0,1 N sebagai larutan baku dan juga sebagai pereduksi dalam larutan. Pada penambahan asam sulfat 2N berfungsi, untuk mengasamkan larutan, karena potensial elektroda KMnO4 sangat tergantung pada pH. Penambahan asam sulfat penting supaya reaksi berada dalam suasana asam sehingga MnO4-  tereduksi menjadi Mn2+. Jika larutan dalam keadaan netral atau sedikit basa maka KMnO4 akan tereduksi menjadi MnO2 berupa endapan coklat yang akan mempersulit penentuan titik akhir titrasi. Setelah larutan menjadi homogen, maka dilakukan pemanasan. Pemanasan ini hingga mencapai 70°C-80°C, hal ini berfungsi agar KMnO4 dapat mengoksidasi H2C2O4 (asam oksalat) karena apabila suhu larutan dibawah 70°C-80°C maka reaksi akan berjalan lambat dan akan mengubah MnO4- menjadi MnO2 yang berupa endapan cokelat sehingga titik akhir titrasi susah untuk dilihat. Sedangkan apabila suhu larutan di atas 70°C-80°C maka akan merusak asam oksalat, dan terurai menjadi CO2 dan H2O sehingga hasil akhir akan lebih kecil. Setelah dipanaskan hingga suhunya mencapai 70°C-80°C kemudian dilakukan titrasi dengan KMnO4. Dari percobaan pada V KMnO4 1,5 mL didapat perubahan warna dari bening menjadi merah muda. Perubahan warna ini merupakan titik akhir titrasi dari volume KMnO4 tersebut didapat konsentrasi dari KMnO4 yaitu 0,67 N.
Penentuan kadar besi dapat diketahui dengan cara permanganometri. Pada percobaan ini digunakan Fe2+ sebagai larutan cuplikan yang dilarutkan dalam aquades. Larutan kemudian ditambahkan asam sulfat supaya besi larut sempurna dan dapat bereaksi dengan baik. Selain untuk melarutkan besi, penambahan asam sulfat juga bertujuan untuk agar KMnO4 tereduksi menjadi Mn2+. Asam sulfat juga dimaksudkan untuk menghindari oksidasi Fe2+ menjadi Fe3+ karena Fe2+ kurang stabil diudara terbuka. Kadar Fe2+ yang didapatkan pada percobaan ini adalah 0,02 N.
Adapun faktor-faktor kesalahan yang dilakukan pada percobaan ini yaitu :
1.  Pembuatan larutan baku yang  kurang tepat
2.  Kurang teliti pada percampuran larutan
3.   Kurang akurat dalam penimbangan bahan
Sumber-sumber kesalahan pada titrasi permanganometri yang lain antara lain larutan pentiter KMnO4 pada buret apabila percobaan dilakukan dalam waktu yang lama, larutan KMnO4 pada buret yang terkena sinar akan terurai menjadi MnO2. penambahan KMnO4 yang terlalu cepat pada larutan seperti H2C2O4, penambahan KMnO4 yang terlalu lambat pada larutan seperti H2C2O4 Pemberian KMnO4 yang terlalu lambat pada larutan H2C2O4 yang telah ditambahkan H2SO4 dan telah dipanaskan mungkin akan terjadi kehilangan oksalat karena membentuk peroksida yang kemudian terurai menjadi air. Hal ini dapat menyebabkan pengurangan jumlah KMnO4 yang diperlukan untuk titrasi yang pada akhirnya akan timbul kesalahan titrasi permanganometri yang dilaksanakan.

















BAB V
KESIMPULAN

Permanganometri adalah teknik pengukuran penetapan kadar zat berdasar atas reaksi oksidasi reduksi dengan KMnO4.  Kalium permanganat merupakan oksidator kuat dalam larutan yang bersifat asam, netral dan basa. Permanganometri merupakan suatu penetapan kadar atau reduktor dengan jalan dioksidasi dengan larutan baku Kalium Permanganat (KMnO4) dalam lingkungan asam sulfat encer. Metode permanganometri didasarkan pada reaksi oksidasi ion permanganat. Oksidasi ini berlangsung dalam suasana asam, netral, dan basa, dimana kalium permanganat merupakan oksidator yang kuat sebagai titran. Titrasi ini didasarkan atas titrasi reduksi dan oksidasi atau redoks.
Kadar Fe2+ yang didapatkan pada percobaan ini adalah 0,02 N dengan normalitas larutan KMnO4 0,67 N





















LAMPIRAN

    Perhitungan Penimbangan Asam Oksalat
Pembuatan larutan Asam Oksalat (H2C2O4) 0,1 N sebanyak 100 mL
BM Asam Oksalat = 126 g/mol
BE Asam Oksalat =  ½ BM
              = 63 g/mol
Volume Asam Oksalat yang akan dibuat = 100 mL
Normalitas Asam Oksalat yang akan dibuat = 0,1 N
N asam oksalat = (gr/BE) x (1000/V)
gr asam oksalat = (BE x N asam oksalat x V) / 1000
          = 0,63 gram.

                Menentukan normalitas H2C2O4
n = BE/BM
         = 126/63
               = 2
           n merupakan valensi
N= gram/BM X 100/Volume x valensi
         = 0,63/126 x 1000/100 x 2
               = 0,1 N

    Perhitungan Penimbangan Kalium Permanganat
    Pembuatan larutan Kalium Permanganat (KMnO4) 0,1 N sebanyak 100 mL
BM KMnO4 = 158,034 g/mol
BE KMnO4 = 1/5 BM KMnO4
BE KMnO4 = 31,6068 g/mol
Volume KMnO4 yang akan dibuat = 100 mL
Normalitas KMnO4 yang akan dibuat = 0,1 N
N KMnO4  = (gr/BE) x (1000/V)
gr KMnO4  = (BE x N KMnO4 x V) / 1000
         = 0,32 gram.



    Perhitungan Normalitas Larutan Kalium Permanganat
Normalitas larutan KMnO4 setelah pembakuan
Normalitas larutan asam oksalat yang digunakan = 0,1 N
Volume asam oksalat yang dipipet = 10 mL
Volume rata-rata KMnO4 yang digunakan = 1,50 mL
Maka, normalitas larutan KMnO4 :
V1.N1= V2.N2
10 mL . 0,1 N        = 1,50 mL . X
        X =  10 mL . 0,1 N
            1,50 mL
        X = 0,67 N
Keterangan :
            V1 : volume larutan asam oksalat (mL)
                 N1 : normalitas larutan asam oksalat (N)
                V2 : volume larutan KMnO4  (mL)
                N2: normalitas larutan KMnO4 (N)

    Perhitungan Kadar FeSO4.7H2O
Normalitas larutan KMnO4 yang digunakan = 0,67 N
Volume FeSO4.7H2O yang dipipet = 10 mL
Volume rata-rata KMnO4 yang digunakan = 0,35 mL
Maka, normalitas larutan FeSO4.7H2O :
V1.N1= V2.N2
10 mL . X     = 0,35 mL . 0,67 N
           X   =  0,35 mL . 0,67 N
                10 mL
            X  = 0,02 N
Keterangan :
            V1 : volume larutan KMnO4 (mL)
                 N1 : normalitas larutan KMnO4 (N)
                V2 : volume larutan FeSO4.7H2O(mL)
                N2: normalitas larutan FeSO4.7H2O(N)

DAFTAR PUSTAKA

    Rahmania, Inti S.Si .2008. Modul Praktikum Kimia Analitik. Bandung.
    http://distyaresti.blogspot.com/2014/07/metode-titrasi-reduksi-oksidasi.html
    http://itatrie.blogspot.com/2012/10/laporan-kimia-analitik-permanganometri.html





laporan kimia analitik

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK
SPEKTROFOTOMETRI


Oleh
Dini Febrianti W
D1A140933

   







    LABORATORIUM KIMIA DASAR JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS AL GIFARI
BANDUNG
2015
BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Prinsip Percobaan
Berdasarkan hukum Lambert Beer. Penentuan ion Sulfat (SO42-) secara turbidimetri prinsipnya yaitu ion Sulfat bereaksi dengan Barium Klorida (BaCl2) membentuk suspensi Barium Sulfat (BaSO4). Turbiditas atau kekeruhan dari suspensi Barium Sulfat (BaSO4) diukur dengan spektrofotometer sinar tampak.

1.2    Tujuan Percobaan
1.    Dapat menentukan konsentrasi ion Sulfat (SO42-) secara Turbidimetri.























BAB II
TEORI PENUNJANG

2.1 Spektrofotometri
Spektrofotometri merupakan suatu metode analisa yang didasarkan pada pengukuran serapan sinar monokromatis oleh suatu lajur larutan berwarna pada panjang gelombang spesifik dengan mengguankan monokromator prisma atau kisi difraksi dengan detector Fototube. Dalam analisis cara spektrofotometri terdapat tiga daerah panjang gelombang elektromagnetik yang digunakan, yaitu daerah UV (200-380 nm), daerah Visible (380-700 nm), daerah Inframerah (700-3000 nm).
Prinsip kerja spektrofotometri berdasarkan hukum Lambert-Beer, bila cahaya monokromatik (I0),melalui suatu media (larutan), maka sebagian cahaya tersebut diserap (Ia), sebagian dipantulkan (Ir), dan sebagian lagi dipancarkan (It). Transmitans adalah perbandingan intensitas cahaya yang di transmisikan ketika melewati sampel (It) dengan intensitas cahaya mula-mula sebelum melewati sampel (I0). Persyaratan hukum Lambert-Beer antara lain : Radiasi yang digunakan harus monokromatik, energi radiasi yang di absorpsi oleh sampel tidak menimbulkan reaksi kimia, sampel (larutan) yang mengabsorpsi harus homogen, tidak terjadi flouresensi atau phosphoresensi, dan indeks refraksi tidak berpengaruh terhadap konsentrasi, jadi larutan harus pekat (tidak encer).
Beberapa larutan seperti larutan Timbal (Pb2+) dalam air tidak berwarna, supaya timbul warna larutan Pb diekstraksi dengan dithizone sehingga berubah menjadi berwarna merah. Larutan berwarna merah akan menyerap radiasi pada daerah hijau. Dalam hal ini larutan Pb menunjukkan absorbans maksimum pada panjang gelombang 515 nm.

    2.2 Jenis-jenis Spektrofotometri
Spektrofotometri terdiri dari beberapa jenis berdasarkan sumber cahaya yang digunakan.  Diantaranya adalah sebagai berikut :
1)      Spektrofotometri Vis (Visible)
Pada spektrofotometri ini yang digunakan sebagai sumber sinar/energi adalah cahaya tampak (Visible). Cahaya visible termasuk spektrum elektromagnetik yang dapat ditangkap oleh mata manusia. Panjang gelombang sinar tampak adalah 380-750 nm. Sehingga semua sinar yang dapat dilihat oleh mata manusia, maka sinar tersebut termasuk kedalam sinar tampak (Visible).

2)      Spektrofotometri UV (Ultra Violet)
Berbeda dengan spektrofotometri Visible, pada spektrofometri UV berdasarkan interaksi sampel dengan sinar UV. Sinar UV memiliki panjang gelombang 190-380 nm. Sebagai sumber sinar dapat digunakan lampu deuterium. Deuterium disebut juga heavy hydrogen. Dia merupakan isotop hidrogen yang stabil yang terdapat berlimpah dilaut dan didaratan.
Karena sinar UV tidak dapat dideteksi oleh mata manusia maka senyawa yang dapat menyerap sinar ini terkadang merupakan senyawa yang tidak memiliki warna. Bening dan transparan.
3)      Spektrofotometri UV-Vis
Spektrofotometri ini merupakan gabungan antara spektrofotometri UV dan Visible. Menggunakan dua buah sumber cahaya berbeda, sumber cahaya UV dan sumber cahaya visible. Meskipun untuk alat yang lebih canggih sudah menggunakan hanya satu sumber sinar sebagai sumber UV dan Vis, yaitu photodiode yang dilengkapi dengan monokromator.
Untuk sistem spektrofotometri, UV-Vis paling banyak tersedia dan paling populer digunakan. Kemudahan metode ini adalah dapat digunakan baik untuk sample berwarna juga untuk sample tak berwarna. Spektroskopi ultraviolet-visible atau spektrofotometri ultraviolet-visible (UV-Vis atau UV / Vis) melibatkan spektroskopi dari foton dalam daerah UV-terlihat.  Ini berarti menggunakan cahaya dalam terlihat dan berdekatan (dekat ultraviolet (UV) dan dekat dengan inframerah (NIR)) kisaran.  Penyerapan dalam rentang yang terlihat secara langsung mempengaruhi warna bahan kimia yang terlibat.  Di wilayah ini dari spektrum elektromagnetik, molekul mengalami transisi elektronik.  
Penyerapan sinar UV dan sinar tampak oleh molekul, melalui 3 proses yaitu :
a.    Penyerapan oleh transisi electron ikatan dan electron anti ikatan.
b.    Penyerapan oleh transisi electron d dan f dari molekul kompleks
c.    Penyerapan oleh  perpindahan muatan.
4)      Spektrofotometri IR (Infra Red)
Spektrofotometri ini berdasar kepada penyerapan panjang gelombang Inframerah. Cahaya Inframerah, terbagi menjadi inframerah dekat, pertengahan dan jauh. Inframerah pada spektrofotometri adalah adalah inframerah jauh dan pertengahan yang mempunyai panjang gelombang 2.5-1000 mikrometer. Hasil analisa biasanya berupa signalkromatogram hubungan intensitas IR terhadap panjang gelombang. Untuk  identifikasi, signal sampel akan dibandingkan dengan signal standard.

    2.3 Hukum Lambert Beer
Hukum Lambert-Beer menyatakan hubungan linieritas antara absorban dengan konsentrasi larutan analit dan berbanding terbalik dengan transmitan. Dalam hukum Lambert-Beer tersebut ada beberapa pembatasan, yaitu :
•    Sinar yang digunakan dianggap monokromatis.
•    Penyerapan terjadi dalam suatu volume yang mempunyai penampang yang sama.
•    Senyawa yang menyerap dalam larutan tersebut tidak tergantung terhadap yang lain dalam larutan tersebut.
•    Tidak terjadi fluorensensi atau fosforisensi
•    Indeks bias tidak tergantung pada konsentrasi larutan
Transmitansi (T) merupakan fraksi antara intensitas radiasi masuk (I0) terhadap intensitas yang keluar (I) dari material dengan ketebalan t. Hukum Lambert menyatakan intensitas berkas cahaya yang datang kemudian diserap dan diteruskan oleh suatu medium sebanding dengan intensitas berkas cahaya yang keluar.
Absorbansi suatu cahaya oleh suatu molekul merupakan bentuk interaksi gelombang cahaya dan atom atau molekulnya. Energi cahaya diserap oleh atom atau molekul digunakan oleh elektron di dalam atom tersebut untuk bertransisi dari E1 ke tingkat energi yang lebih tinggi (E2).
Absorbansi terjadi pada saat foton masuk bertumbukan langsung dengan atom-atom material dan menyerahkan energinya pada elektron atom. Foton mengalami perlambatan dan akhirnya berhenti, sehingga pancaran sinar yang keluar dari material berkurang dibanding saat masuk ke material. Asorbansi dari energi cahaya dapat menyebabkan elektron tereksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi apabila energi yang diabsorbsi tersebut lebih besar dari tingkat energi elektron tersebut. Absorbansi merupakan logaritma kebalikan dari transmitansi.

2.4 Tahapan Penentuan Kadar Sampel Secara Spektrofotometri
1. Penentuan panjang gelombang maksium ( λ max)
Definisi: panjang gelombang yang mempunyai absorbansi maksimal, dilakukan dengan membuat kurva hubungan antara absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu larutan baku pada konsentrasi tertentu.
Alasan mengapa dipergunakan panjang gelombang maksimum dalam pemeriksaan spektrofotometri :
•    Panjang gelombang max memiliki kepekaan maksimal karena terjadi perubahan absorbansi yang paling besar.
•    Pada panjang gelombang max bentuk kurva absorbansi memenuhi hukum Lambert-Beer.
Hal yang perlu diperhatikan pada penentuan λ  max adalah Absorban yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2 sampai 0,8 atau 15% sampai 70% jika dibaca sebagai transmitans. Anjuran ini berdasarkan anggapan bahwa kesalahan dalam pembacaan T adalah 0,005 atau 0,5% (kesalahan fotometrik).
2.    Penentuan Operating Time (OT)
Tujuan : untuk mengetahui waktu pengukuran yang stabil yaitu saat sampel bereaksi sempurna dengan reagen warna . Waktu kerja ditentukan dengan mengukur hubungan antara waktu pengukuran dengan absorbansi larutan.
3.    Pembuatan Kurva Larutan Baku Linier
Tujuan : untuk memperoleh persamaan larutan baku dalam penentuan kadar sampel. Tahapan yang diperlukan :
a.    Dibuat seri larutan baku dari zat yang akan dianalisis dengan berbagai konsentrasi.
b.    Masing-masing absorbansi larutan dengan berbagai konsentrasi diukur pada λ max (berdasarkan hasil λ max yang diperoleh dari tahap 1) dan Operating Time (berdasarkan waktu yang diperoleh pada tahap 2).
c.    Membuat Kurva Larutan Baku yang merupakan hubungan antara konsentrasi (sumbu y) dan absorbansi (sumbu x).
d.    Bila hukum Lambert-Beer terpenuhi maka kurva baku berupa garis lurus.
e.    Paling sedikit menggunakan 5 rentang konsentrasi yang meningkat yang dapat memberikan serapan linier.
f.    Kemiringan atau slope adalah nilai e (absorptivitas molar).
g.    Nilai R antara 0,70 – 1,00 (pertanda terbentuk garis lurus linear pada rentang konsentrasi yang dibuat)
Apabila persyaratan pembuatan kurva baku di atas tidak terpenuhi maka penyimpangan dari garis lurus biasanya dapat disebabkan oleh: (i) kekuatan ion yang tinggi, (ii) perubahan suhu, dan (iii) reaksi ikutan terjadi.
4. Penentuan Kadar Sampel
Penentuan kadar sampel metode regresi linier yaitu metode parametrik dengan variabel bebas (konsentrasi sampel) dan variabel terikat (absorbansi sampel) menggunakan persamaan garis regresi Kurva Larutan Baku. Konsentrasi sampel dapat dihitung berdasarkan persamaan kurava baku tersebut.
































BAB III
PROSEDUR PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan
    Alat
1)    Batang pengaduk
2)    Cuvet
3)    Filler
4)    Gelas kimia 100 mL
5)    Gelas ukur 20 mL
6)    Labu ukur 100 mL
7)    Labu ukur 50 mL
8)    Labu ukur 25 mL
9)    Neraca analitik
10)    Pipet tetes
11)    Pipet ukur 10 mL
12)    Spatulla
13)    Spektrofotometer sinar tampak

Bahan
1)    Aquadest
2)    Asam Klorida (HCl) pekat
3)    Barium Klorida (BaCl2) serbuk
4)    Gliserol
5)    Natrium Klorida (NaCl) padat
6)    Natrium Sulfat (Na2SO4) padat

3.2 Prosedur Percobaan
a.    Pembuatan Pereaksi A
Ditimbang 3,75 gram NaCl, lalu dimasukkan kedalam labu ukur 25 mL, dilarutkan dengan 14 mL aquadest, ditambahkan 1,5 mL HCl pekat dan 1,25 mL gliserol kemudian ditambahkan lagi aquadest sampai tanda batas.


b.    Pembuatan Larutan Standar Sulfat
Ditimbang 0,0148 gram Na2SO4, lalu dimasukkan kedalam labu ukur 100 mL kemudian ditambahkan aquadest sampai tanda batas.
c.    Pengenceran Larutan Standar Sulfat
Larutan Na2SO4 dipipet masing-masing sebanyak 0,5 ; 1,5 ; 2,5 ; 3,5 ; 4,5 ; dan 12,5 mL kedalam labu ukur 50 mL, kemudian ditambahkan dengan aquadest sampai tanda batas.
d.    Pengukuran Turbidans (S) Larutan Standar Sulfat
Larutan Na2SO4 dengan variasi konsentrasi 1 ; 3 ; 5 ; 7 ; 9 ; dan 25 ppm hasil pengenceran masing-masing dipipet sebanyak 10 mL, dimasukkan kedalam gelas kimia 100 mL, ditambahkan 0,5 mL pereaksi A kemudian diaduk dengan kecepatan konstan ± 60 detik, dan ditambahkan 0,02 gram BaCl2 (selama/pada saat pengadukan) sehingga terbentuk suspensi BaSO4.
Dilanjutkan dengan pengukuran turbidans (S) pada panjang gelombang 340 nm untuk masing-masing perlakuan diatas, kemudian dibuatlah kurva kalibrasi.



















BAB IV
DATA PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Pengamatan
•    Data Hasil Pengukuran Turbidans (S) Ion Sulfat (SO42-)
Konsentrasi BaSO4 Secara Teoritis (ppm)    Konsentrasi BaSO4 Hasil Praktikum (ppm)    Absorbansi (abs)
1,48    3,07    0,373
4,44    4,28    0,519
7,40    5,45    0,662
10,36    5,93    0,720
13,32    6,65    0,807
27,00    11,63    1,411
Blangko    0,00    0,000

•    Kurva perbandingan konsentrasi BaSO4 secara teoritis dengan Absorbansi yang didapat






4.2 Pembahasan
Pada praktikum ini dilakukan penentuan konsentrasi sulfat berdasarkan prinsip turbiditas /kekeruhan. Dimana sulfat akan berekasi  dengan kristal BaCl2 dan buffer salt acid akan membentuk koloid tersuspensi (kekeruhan). Semakin tinggi konsentrasi sulfat, maka semakin keruh cairan yang bersangkutan. Kekeruhan yang terjadi diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 340 nm. Dari prinsip yang digunakan larutan yang dihasilkan akan membentuk koloid tersuspensi, dimana semakin tinggi konsentrasi larutan maka semakin pekat warna kekeruhan putih pada larutan.
Sebelum pengujian menggunakan spektrofotometer, sampel diberi salt acid terlebih dahulu. Dimana salt acid ini adalah larutan buffer yang terbuat dari HCl dan NaCl berlebih, sehingga salt acid adalah buffer yang bersifat asam. Penambahan salt acid ini adalah untuk menjaga pH larutan, karena apabila pada pH > 8 sulfida membentuk ion sulfida namun pada pH < 8 sulfida cenderung dalam bentuk H2S yang akan melepas gas yang berbau busuk. Kemudian setelah penambahan salt acid ditambahkan, kemudian ditambahkan gliserol, fungsi dari penambahan gliserol ini adalah untuk menstabilkan suspensi koloid BaSO4 yang akan terbentuk. Penambahan gliserol ini akan menghasilkan larutan yang menjadi sedikit kental. Kekentalan ini akan menjaga suspensi koloid stabil dan merata (endapan tidak mengendap), sehingga kekeruhan dapat diukur pada spektrofotometer. Kemudian dilakukan penambahan BaCl2, dimana BaCl2 ini akan bereaksi dengan sulfat sehingga menghasilkan BaSO4. Reaksinya :
BaCl2  +  SO42-       ——–>      BaSO4(s) + 2Cl–
BaSO4 ini adalah berupa endapan putih, akan tetapi karena penambahan gliserol, endapan tidak akan mengendap akan tetapi endapan akan menjadi koloid tersuspensi dimana larutan menjadi keruh dan kekeruhan inilah yang diukur oleh spektrofotometer.
Pada awalnya yang diukur adalah larutan blanko 0 ppm. Fungsi dari larutan blanko adalah sebagai faktor koreksi terhadap pelarut dan pereaksi yang digunakan. Sehingga pada pengukuran blanko ini adalah pengukuran serapan untuk pelarut dan pereaksinya. Agar pada pengukuran deret standar dan sampel yang diukur adalah serapan sulfatnya, maka pada larutan blanko yang mengukur serapan pereaksi dan pelarut di ‘nol’ kan dengan cara mengubah absorbansinya menjadi 0,000 Abs.
Garis regresi yang diperoleh memiliki persamaan y = 0,0396x + 0,3263 dengan nilai R2 sebesar = 0,9923. Nilai ini menunjukan bahwa linearitas dari kurva adalah baik dan dapat digunakan dalam penentuan konsentrasi sampel. Karna pengujian sampel tidak menggunakan standar pengujian, maka konsentrasi ion sulfat pada sampel tidak dapat ditentukan.
BAB V
KESIMPULAN

Pada praktikum ini dilakukan penentuan konsentrasi sulfat berdasarkan prinsip turbiditas /kekeruhan. Dimana sulfat akan berekasi  dengan kristal BaCl2 dan buffer salt acid akan membentuk koloid tersuspensi (kekeruhan). Semakin tinggi konsentrasi sulfat, maka semakin keruh cairan yang bersangkutan. Kekeruhan yang terjadi diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 340 nm. Dari prinsip yang digunakan larutan yang dihasilkan akan membentuk koloid tersuspensi, dimana semakin tinggi konsentrasi larutan maka semakin pekat warna kekeruhan putih pada larutan.
Garis regresi yang diperoleh memiliki persamaan y = 0,0396x + 0,3263 dengan nilai R2 sebesar = 0,9923. Nilai ini menunjukan bahwa linearitas dari kurva adalah baik dan dapat digunakan dalam penentuan konsentrasi sampel. Karna pengujian sampel tidak menggunakan standar pengujian, maka konsentrasi ion sulfat pada sampel tidak dapat ditentukan.













LAMPIRAN

    Perhitungan Konsentrasi Ion Sulfat Secara Teori
•    Konsentrasi Larutan Stok Na2SO4
o    Na2SO4 yang ditimbang = 0,0148 gram = 14,8 mg = 14800 µg
o    Na2SO4 yang ditimbang dilarutkan dalam 100 mL aquadest, sehingga konsentrasinya menjadi = 14800 µg/100 mL = 148 ppm
o    Larutan stok Na2SO4 memiliki konsentrasi 148 ppm
o    Pemipetan larutan stok Na2SO4 sebanyak 0,5 mL memiliki konsentrasi :
V1.ppm1= V2.ppm2
0,5 mL . 148 ppm = 50 mL . X
        X   =  0,5 mL . 148 ppm
            50 mL
        X   = 1,48 ppm
o    Pemipetan larutan stok Na2SO4 sebanyak 1,5 mL memiliki konsentrasi :
V1.ppm1= V2.ppm2
1,5 mL . 148 ppm = 50 mL . X
        X   =  1,5 mL . 148 ppm
            50 mL
        X   = 4,44 ppm
o    Pemipetan larutan stok Na2SO4 sebanyak 2,5 mL memiliki konsentrasi :
V1.ppm1= V2.ppm2
2,5 mL . 148 ppm = 50 mL . X
        X   =  2,5 mL . 148 ppm
            50 mL
        X   = 7,40 ppm
o    Pemipetan larutan stok Na2SO4 sebanyak 3,5 mL memiliki konsentrasi :
V1.ppm1= V2.ppm2
3,5 mL . 148 ppm = 50 mL . X
        X   =  3,5 mL . 148 ppm
            50 mL
        X   = 10,36 ppm

o    Pemipetan larutan stok Na2SO4 sebanyak 4,5 mL memiliki konsentrasi :
V1.ppm1= V2.ppm2
4,5 mL . 148 ppm = 50 mL . X
        X   =  4,5 mL . 148 ppm
            50 mL
        X   = 13,32 ppm
o    Pemipetan larutan stok Na2SO4 sebanyak 12,5 mL memiliki konsentrasi :
V1.ppm1= V2.ppm2
12,5 mL . 148 ppm = 50 mL . X
        X     =  12,5 mL . 148 ppm
            50 mL
                X     = 37,00 ppm
    Perhitungan Konsentrasi Ion Sulfat Hasil Praktikum
•    Garis regresi yang diperoleh memiliki persamaan y = 0,0396x + 0,3263 dengan nilai R2 sebesar = 0,9923, maka konsentrasi ion sulfat pada masing-masing pengenceran adalah :
o    y = 0,0396x + 0,3263
0,373 = 0,0396x + 0,3263
      X = 0,373. 0,3263 = 3,07 ppm
      0,0396
o    y = 0,0396x + 0,3263
0,519 = 0,0396x + 0,3263
      X = 0,519,3263 = 4,28 ppm
    0,0396
o    y = 0,0396x + 0,3263
0,662 = 0,0396x + 0,3263
      X = 0,662,3263 = 5,45 ppm
     0,0396
o    y = 0,0396x + 0,3263
0,720 = 0,0396x + 0,3263
      X = 0,720,3263 = 5,93 ppm
     0,0396


o    y = 0,0396x + 0,3263
0,807 = 0,0396x + 0,3263
      X = 0,807,3263 = 6,65 ppm
     0,0396
o    y = 0,0396x + 0,3263
1,411 = 0,0396x + 0,3263
      X = 1,411,3263 = 11,63 ppm
     0,0396


























DAFTAR PUSTAKA

    Rahmania, Inti S.Si .2008. Modul Praktikum Kimia Dasar. Bandung.
    https://himka1polban.wordpress.com/laporan/spektrofotometri/laporan-penentuan-kadar-sulfat-spektronic-20/
    http://uphisufiana.blogspot.co.id/2011/12/laporan-praktikum-laboratorium.html
    https://wahyudistkip.wordpress.com/2012/12/05/transmitansi-dan-absorbansi/
    http://organiksmakma3b30.blogspot.co.id/2013/04/spektrofotometri.html



laporan kimia analitik

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK
KROMATOGRAFI KERTAS



Oleh
Dini Febrianti W
D1A140933








    LABORATORIUM KIMIA DASAR JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS AL GIFARI
BANDUNG
2015


BAB I
PENDAHULUAN

    Prinsip Percobaan
Berdasarkan partisi atau distribusi komponen.
    Tujuan Percobaan
    Dapat memisahkan campuran.



























BAB II
TEORI PENUNJANG

    Kromatografi
Kromatografi adalah suatu teknik pemisahan molekul berdasarkan perbedaan pola pergerakan antara fase gerak dan fase diam untuk memisahkan komponen (berupa molekul) yang berada pada larutan. Molekul yang terlarut dalam fase gerak, akan melewati kolom yang merupakan fase diam.
Berdasarkan mekanisme pemisahannya, kromatografi dapat dibedakan menjadi :
    Kromatografi Lapis Tipis
Yaitu kromatografi yang menggunakan lempeng gelas atau alumunium yang dilapisi dengan lapisan tipis alumina, silika gel, atau bahan serbuk lainnya. Kromatografi lapis tipis pada umumnya dijadikan metode pilihan pertama pada pemisahan dengan kromatografi.
    Kromatografi Penukar Ion
Terjadi apabila fase diam berupa zat padat yang mempunyai sifat interaksi kimia dengan zat analit.
    Kromatografi Penyaringan Gel
Merupakan proses pemisahan dengan gel yang terdiri dari modifikasi dekstran-molekul polisakarida linier yang mempunyai ikatan silang. Bahan ini dapat menyerap air dan membentuk susunan seperti saringan yang dapat memisahkan molekul-molekul berdasarkan ukurannya. Molekul dengan berat antara 100 sampai beberapa juta dapat dipekatkan dan dipisahkan. Kromatografi permeasi gel merupakan teknik serupa yang menggunakan polistirena yang berguna untuk pemisahan polimer.
    Kromatografi Elektroforesis
Merupakan kromatografi yang diberi medan listrik disisinya dan tegak lurus aliran fasa gerak. Senyawa bermuatan positif akan menuju ke katode dan anion menuju ke anoda. Sedangkan kecepatan gerak tergantung pada besarnya muatan.
    Kromatografi Kertas
Merupakan kromatografi cairan-cairan dimana sebagai fasa diam adalah lapisan tipis air yang diserap dari lembab udara oleh kertas jenis fasa cair lainnya dapat digunakan.
    Kromatografi Gas
Merupakan kromatografi pemisahan campuran gas. Fasa stationer dapat berupa padatan (kromatografi gas-padat) atau cairan (kromatografi gas-cair).

    Kromatografi Kertas
Kromatografi kertas merupakan kromatografi dasar terbaku yang merupakan salah satu alat analisis yang sering digunakan untuk memisahkan dan meneliti komponen dalam suatu campuran. Kromatografi kertas hanya menggunakan satu jenis fasa diam yaitu selulosa yang bersifat polar.
Prinsip dasar kromatografi kertas adalah partisi multiplikatif, suatu senyawa antara dua cairan yang saling tidak bercampur. Fase diam adalah air yang disokong oleh molekul-molekul selulosa dari kertas, dan fase gerak biasanya merupakan campuran dari satu atau lebih pelarut organik dan air. Karena fase diam adalah air maka sifat fase diam adalah polar, dengan demikian kromatografi kertas berguna untuk pemisahan senyawa yang bersifat lebih nonpolar.
Dalam kromatografi kertas fasa diam didukung oleh suatu zat padat berupa bubuk selulosa. Fasa diam merupakan zat cair yaitu molekul H2O yang teradsorpsi dalam selulosa kertas.Fasa gerak berupa campuran pelarut yang akan mendorong senyawa untuk bergerak disepanjang kolom kapiler. Analisis kualitatif menggunakan kromatografi kertas dilakukan dengan cara membandingkan harga relative response factor (Rf). Nilai Rf identik dengan time retention (tR) atau volume retention (VR). Rf merupakan  jarak yang ditempuh noda jarak yang ditempuh pelarut.
Komponen-komponen suatu senyawa yang akan dianalisa dapat dipisahkan dan dibedakan dengan harga Rf-nya. Bagian-bagian yang mudah terdistribusi dalam air akan cepat teradsorpsi oleh kertas dan perjalanan atau migrasinya lebih pendek. Sedangkan bagian-bagian yang tidak terdistribusi dalam air, melainkan dalam eluen, maka akan terus mengalir ke atas dan perjalannya lebih jauh, dengan perkataan lain Rf-nya lebih besar daripada bagian yang sebelumnya yang perjalanan atau migrasinya lebih pendek. Noda-noda komponen yang terdapat dalam senyawa yang dianalisa akan berderet ke atas pada satu garis atau pita lurus. Eluen dibiarkan naik sampai mendekati pinggiran atas dari kertas, kemudian diberi tanda dengan garis.

    Kegunaan Kromatografi Kertas
Kromatografi kertas dapat digunakan untuk keperluan identifikasi (analisa kualitatif, seperti untuk analisa tinta), penetapan kadar zat (analisa kuantitatif), pemurnian senyawa (pekerjaan preparatif), untuk menganalisa asam-asam amino yang terdapat dalam suatu protein.

Prosedur Umum Pengarjaan Kromatografi Kertas
Secara umum kromatografi kertas dilakukan dengan 3 tahap, yaitu :
    Penotolan cuplikan
    Tahap pengembangan
    Identifikasi atau penampakan noda
Pada tahap penotolan cuplikan, perrtama-tama siapkan kertas kromatografi dengan ukuran tertentu . Dibuat garis awal dengan jarak 2-3 cm dengan salah satu ujung kertas dengan menggunakan pensil ( karena pensil terdiri dari satu komponen yaitu kabon sehingga tidak mengganggu migrasi dan pemisahan komponen sampel). Selanjutnya totolkan larutan cuplikan dengan menggunakan mikropipet atau pipa kapiler pada garis awal tadi, kemudian keringkan.
Pada tahap pengembangan, ujung kertas kromatogram dekat garis awal berisi totolan cuplikan dicelupkan ke dalam pelarut ( eluen ) yang terdapat di dalm bejana kromatografi . Pencelupan diusahakan tidak merendam totolan cuplikan atau garis awal. Biarkan eluen merembes melalui totolan cuplikan. Komponen-komponen cuplikan akan terbawa oleh rembesan cuplikan. Perbedaan kelarutan komponen-komponen cuplikan dalam eluen akan mengakibatkan kecepatan bergerak komponen-komponen dalam kertas juga berbeda. Perbedaan kecepatan bergerak komponen-komponen ini lebih umum disebut migrasi diferensial. Hasil pemisahan akan nampak sebagai noda-noda berwarna pada kertas dengan jarak yang berbeda-beda dari garis awal. Noda-noda ini selanjutnya disebut sebagai kromatogram. Perembesan eluen dihentikan setelah eluen hamper mencapai ujung kertas. Pekerjaan selanjutnya adalah member tanda batas gerakan eluen, dan kemudian kertas diangkat dari cairan pengelusi untuk seterusnya dikeringkan.
Pada tahap identifikasi atau penampakan noda, jika noda sudah berwarna dapat langsung diperiksa dan ditentukan harga Rf nya. Besaran ini (kependekan dari rate of flow) menyatakan derajat retensi atau factor refensi. Harga Rf dihitung sebagai jarak yang ditempuh oleh komponen dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh eluen (fasa gerak). Rf = jarak yang ditempuh komponen/jarak yang ditempuh eluen. Setiap komponen mempunyai harga Rf sendiri-sendiri. Bila noda tidak berwarna dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut:
    Menyemprot kertas dengan pereaksi penimbul warna seperti ditizon, ninhidrin, kalium kromat, ammonium sulfide dll.
    Menyinari kertas dengan sinar ultraviolet
    Mendedahkan kertas pada uap iodium
    Menentukan harga Rf nya
Metode Kromatografi Kertas Berdasarkan Kedudukan Kertas
Ada 3 macam metoda kromatografi berdasarkan kedudukan kertas, yaitu :
    Metoda penurunan (descending)
    Alat yang pokok berupa bejana yang terbuat dari gelas, platina atau logam anti karat serta bertutup untuk mencegah penguapan dari pelarut. Agar kertas tidak lepas maka diberi penahan dari batang gelas.
    Ujung kertas dicelupkan dalam fase gerak. Pertama kali fase gerak mengalir oleh gaya kapiler, setelah melewati batang gelas maka aliranya disebabkan oleh gaya gravitasi.
    Metode penaikan (ascending)
    Kertas dicelupkan dalam fase gerak dan sampel tidak terendam. Fase gerak akan naik melalui serat-serat dari kertas oleh gaya kapiler. Biasanya perambatan pelan dan makin lama menurun karena gaya berat.
    Metode mendatar (horisontal)
    Noda dicelupkan ditempatkan pada pusat dari kertas (umumnya kertas saring berbentuk bulat) yang diberi sumbu. Aliran pelarut disebabkan oleh gaya kapiler. Kertas diletakan secara horizontal sehingga sumbu tercerlup pada fase gerak. Selanjutnya fase gerak bergerak ke arah tepi kertas sambil membawa komponen-komponen campuran.
    Bercak-bercak yang terjadi berupa garis lengkung dengan diameter makin panjang bila bercak makin ke tepi.
Komponen Utama Dalam Kromatografi Kertas
    Fase Gerak
Fase gerak atau Eluen biasanya merupakan campuran yang terdiri dari pelarut organik sebagai eluen utama, air dan berbagai tambahan seperti asam, basa, atau pereaksi kompleks, untuk memperbesar kelarutan dari beberapa komponen dan untuk mengurangi kelarutan komponen lainnya. Idealnya eluen tidak mengandung air dan terdiri dari cairan yang tidak campur dengan air, karena air merupakan komponen dari fase diam. Namun dalam praktek seringkali air digunakan sebagai salah satu komponen campuran eluen, dengan pertimbangan bahwa air yang berperan sebagai fase diam telah terikat kuat pada selulosa kertas melalui hidrogen bonding.
Contoh cara pemilihan fase gerak
Senyawa organik polar akan lebih mudah larut dalam air daripada dalam zat cair organik. Oleh karena itu gerakan komponen akan lambat jika digunakan pelarut anhidrida, namun penambahan air pada pelarut akan menyebabkan komponen-komponen untuk bergerak. Oleh karena itu n-butanol bukan merupakan pelarut untuk asam amino jika tidak dijenuhkan dengan air. Selain itu, penambahan asam cuka disertai dengan pemberian lebih banyak air akan menjadi baik, karena menaikkan kelarutan asam amino terutama yang bersifat basa.
Campuran ketiga pelarut tersebut sangat baik digunakan untuk pemisahan asam amino. Banyak senyawa polar lain yang memiliki karakteristik kelarutan yang mirip asam amino, seperti indol, guanidin dan fenol, sehingga dapat dipisahkan menggunakan campuran tersebut.
    Fasa Diam
Penyiapan kertas sebagai pendukung fase diam
Kertas yang digunakan dalam kromatografi kertas adalah kertas berpori dari selulosa murni, memiliki afinitas besar terhadap air atau pelarut polar lain dengan membentuk ikatan hidrogen. Bersifat reduktor sedang, dan bereaksi dengan oksidator bila kontak dalam waktu yang lama. Oleh karena itu pereaksi yang korosif seperti H2SO4 pekat tidak dapat digunakan sebagai spray reagent. Kertas yang banyak digunakan hingga sekarang adalah kertas saring Whatmann No.1. Meskipun demikian jenis kertas Whatmann dengan berbagai nomor pun banyak digunakan, dimana semuanya dibuat dengan kemurnian yang tinggi dan tebal yang merata.
Sekalipun berperan sebagai suport / penyokong / penyangga, namun kertas juga memberikan efek-efek serapan yang disebabkan oleh sifat polar dari gugus-gugus hidroksil sehingga kertas memiliki afinitas besar terhadap air atau pelarut polar lain dengan membentuk ikatan hidrogen. Selain itu sejumlah kecil gugus karboksil dalam selulosa dapat menaikkan efek pertukaran ion. Dengan demikian kertas memiliki pengaruh terhadap kecepatan alir eluen. Penurunan kerapatan dan kenaikkan ketebalan kertas akan menaikkan kecepatan alir eluen.
Kertas Whatmann no. 1 termasuk dalam kelompok medium sehingga memiliki karakter medium flow rate. Kertas yang lebih tebal seperti Whatmann No. 3 atau 3 MM digunakan untuk pemisahan pada jumlah yang lebih besar, karena dapat menampung cuplikan lebih banyak tanpa menambah area noda awal. Sedangkan untuk penggunaan umum biasanya digunakan yang medium flow rate.
Kertas tersedia dalam berbagai standar lembaran, bulatan, gulungan dan dalam bentuk tertentu. Kertas harus disimpan di tempat yang jauh dari sumbar uap, terutama amonia yang memiliki afinitas tertinggi terhadap selulosa, jangan disimpan di tempat yang memiliki perubahan kelembaban yang tinggi, dan tidak boleh tersentuh oleh zat-zat yang tidak dikehendaki. Jika dikehendaki pemisahan dengan sistem fase terbalik maka kertas dapat dilapisi dengan senyawa hidrofobik, seperti lateks dari karet, minyak mineral, minyak silikon, dengan pelarut polar sebagai eluen. Kondisi tersebut sesuai untuk pemisahan asam-asam lemak atau senyawa nonpolar yang bergerak terlalu cepat karena sulit terpartisi pada fase diam polar.
Kromatogram
Kromatogram merupakan hasil pemisahan zat oleh elusi pada kromatografi kertas berupa bercak yang menunjukan ” letak ” zat. Tiap kromatogram menghasilkan suatu jarak ynag ditempuh oleh zat yang bersangkutan dititik awal yang disebut dengan nilai Rf.
Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai Rf antara lain :
1. Jenis dan mutu kertas, daya serap, dan kelembaban.
2. Susunan pelarut, meliputi :
    Kemurnian pelarut
    Stabilitas campuran pelarut selama pemakain dan penyimpanan
    Temperatur ruang
    Kelembaban ruang
    Kejenuhan ruang akan uap pelarut
    Konsentrasi (banyaknya) zat
    Jarak bercak awal (tempat penetesan zat) kepermukaan pelarut
    Adanya zat lain atau pencemaran
Contoh Kromatogram


    Keuntungan Analisa Dengan Metode Kromatografi Kertas
Analisa dengan metode kromatografi kertas memiliki beberapa keuntungan, diantaranya :
    Pada kromatografi Kertas peralatan yang dipakai tidak perlu alat-alat yang teliti atau mahal.
    Hasil-hasil yang baik dapat diperoleh dengan peralatan dan materi-materi yang sangat sederhana.
    Senyawa-senyawa yang terpisahkan dapat dideteksi pada kertas dan dapat segera diidentifikasikan. Bahkan jika dikehendaki, komponen-komponen yang terpisahkan dapat diambil dari kertas dengan jalan memotong-motongnya, kemudian dilarutkan secara terpisah.

    Kekurangan Analisa Dengan Metode Kromatografi Kertas
Analisa dengan metode kromatografi kertas memiliki beberapa kekurangan, diantaranya :
    Banyaknya masalah yang menyangkut cara memasukkan fase gerak, perambatan fase gerak melalui kertas, dan penggumpalan.
    Lebih lama karena panjang kertas bisa sampai 50 cm.

    Aplikasi Metode Kromatografi Kertas Dalam Bidang Farmasi
    Dalam bidang farmasi kromatografi mempunyai peran yang sangat besar.Misalnya dalam penetuan, baik kualitatif maupun kuantitatif, senyawa dalam protein. Protein sering dipilih karena ia sering menjadi objek molekul yang harus di-prified (dimurnikan) terutama untuk keperluan dalam biofarmasi.
    Kromatografi juga diaplikasikan dalam pemisahan molekul-molekul penting seperti asam nukleat, karbohidrat, vitamin dan molekul penting lainnya.
Dengan data-data yang didapatkan dengan menggunakan kramotografi ini, selanjutnya sebuah produk obat-obatan dapat ditingkatkan mutunya, dapat dipakai sebagai data awal untuk menghasilkan jenis obat baru, atau dapat pula dipakai untuk mengontrol kondisi obat tersebut sehingga biasa bertahan lama.









BAB III
PROSEDUR PERCOBAAN

    Alat dan Bahan
Alat :
    Benang kasur
    Gelas kimia 100 mL
    Gelas ukur 20 mL
    Kaca arloji
    Labu erlenmeyer bertutup asah
    Penggaris
    Pensil
    Pipa kapiler
    Pipet tetes
    Spatulla

Bahan :
    Amil alkohol
    Amoniak 2M
    Aquadest
    Etanol 95%
    Kertas saring
    Serbuk Curcumin

    Prosedur Percobaan
    Disiapkan 3 macam pelarut yaitu 10 mL amil alkohol, 10 mL etanol 95%, dan 10 mL amoniak 2M, kemudian dituangkan kedalam labu erlenmeyer bertutup asah lalu ditutup. Dibiarkan selama 30 menit agar atmosfir dalam labu erlenmeyer menjadi jenuh oleh uap pelarut untuk meningkatkan daya pelarut.
    Disiapkan dua kertas saring yang telah dipotong menjadi berbentuk persegi panjang dengan ukuran 3 cm x 10 cm, kemudian dibuat garis dengan pensil dari ujung atas dan ujung bawah masing-masing 2 cm.
    Ditotolkan sampel pada bagian tengah garis ujung bawah yang telah dibuat dengan menggunakan pipa kapiler, dibiarkan noda hingga mengering kemudian ditotolkan sampel sekali lagi.
    Dimasukkan kertas saring tersebut kedalam labu erlenmeyer dan dipastikan miniskus pelarut berada dibawah garis noda. Erlenmeyer ditutup dan dibiarkan pelarut bergerak keatas sepanjnag kertas saring dan jangan dibiarkan pelarut mencapai ujung kertas.
    Saat pelarut mendekati ujung kertas saring, segera dikeluarkan kertas saring dari labu erlenmeyer dan diberi tanda posisi pelarut dengan pensil dan dibiarkan kertas saring mengering.
      Dihitung harga Rf yang dihasilkan.























BAB IV
DATA PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Hasil Pengamatan
    Sampel yang digunakan adalah serbuk Curcumin yang dilarutkan dalam aquadest
    Data jarak tempuh sampel dan pelarut
Komponen    Jarak Tempuh (cm)
Curcumin    4
Pelarut    4
    Rf Curcumin =   Jarak tempuh Curcumin dari tempat penetesan
   Jarak tempuh pelarut dari tempat penetesan
                  =(4 cm )/(4 cm ) = 1

4.2 Pembahasan
Alasan untuk menutup gelas kimia adalah untuk meyakinkan bawah kondisi dalam gelas kimia terjenuhkan oleh uap dari pelarut. Kondisi jenuh dalam gelas kimia dengan uap mencegah penguapan pelarut.
Pelarut organik naik disepanjang lapisan tipis zat padat diatas kertas dan bersamaan dengan pergerakan pelarut tersebut, zat terlarut sampel dibawa dengan laju yang tergantung pada kelarutan zat terlarut tersebut dalam fasa bergerak dan interaksinya dengan zat padat. Zat terlarutnya akan terelusi dari bahan padat bersama-sama pelarutnya.
Setelah diamati beberapa saat, maka terbentuk warna kuning pada kromatogram. Yang menyebabkab warna dari senyawa-senyawa pada kromatografi kertas adalah perbedaan tingkat kepolaran warna dari senyawa-senyawa yang sejauh mana tingkat kepolaran itu mempengaruhi perbedaan atau pemisahan yang ditandai dengan tebentuknya spot-spot senyawa dalam kromatografi kertas itu tergantung dari migrasi pelarut (fase mobil/fase gerak) terhadap fasa diamnya.
            Setelah letak noda komponen diketahui dan diberi tanda batas, maka harga Rf (Retardation factor) dapat dihitung. Harga Rf merupakan parameter karakteristik kromatografi kertas dan kromatografi lapis tipis. Harga ini merupakan ukuran kecepatan migrasi suatu senyawa pada kromatogram dan pada kondisi konstan merupakan besaran karakteristik dan reprodusibel. Harga Rf didefinisikan sebagai perbandingan antara jarak senyawa dari titik awal dan jarak tepi muka pelarut dari titik awal.
Rf         =  Jarak yang ditempuh komponen
      Jarak yang ditempuh pelarut     
Nilai Rf bersifat karakteristik dan menunjukkan identitas masing-masing komponen. Komponen yang paling mudah larut dalam pelarut harganya akan mendekati satu. Sedangkan komponen yang kelarutannya rendah akan mempunyai Rf hamper nol. Ada beberapa factor yang menentukan harga Rf yaitu pelarut, suhu, ukuran dari bejana, kertas dan sifat dari campuran.
            Nilai Rf digunakan untuk identifikasi kualitatif dari senyawa yang tidak diketahui dengan membandingkan terhadap senyawa standard. Bila harga Rf-nya sama, berarti kedua senyawa tersebut identik. Pada percobaan ini, nilai Rf senyawa yang diuji adalah 1.
























BAB V
KESIMPULAN
Prinsip dasar kromatografi kertas adalah partisi multiplikatif, suatu senyawa antara dua cairan yang saling tidak bercampur. Fase diam adalah air yang disokong oleh molekul-molekul selulosa dari kertas, dan fase gerak biasanya merupakan campuran dari satu atau lebih pelarut organik dan air. Karena fase diam adalah air maka sifat fase diam adalah polar, dengan demikian kromatografi kertas berguna untuk pemisahan senyawa yang bersifat lebih nonpolar.
Dalam kromatografi kertas fasa diam didukung oleh suatu zat padat berupa bubuk selulosa. Fasa diam merupakan zat cair yaitu molekul H2O yang teradsorpsi dalam selulosa kertas.Fasa gerak berupa campuran pelarut yang akan mendorong senyawa untuk bergerak disepanjang kolom kapiler. Analisis kualitatif menggunakan kromatografi kertas dilakukan dengan cara membandingkan harga relative response factor (Rf). Nilai Rf identik dengan time retention (tR) atau volume retention (VR). Rf merupakan  jarak yang ditempuh noda jarak yang ditempuh pelarut.
Nilai Rf bersifat karakteristik dan menunjukkan identitas masing-masing komponen. Komponen yang paling mudah larut dalam pelarut harganya akan mendekati satu. Sedangkan komponen yang kelarutannya rendah akan mempunyai Rf hamper nol. Ada beberapa factor yang menentukan harga Rf yaitu pelarut, suhu, ukuran dari bejana, kertas dan sifat dari campuran.
Nilai Rf digunakan untuk identifikasi kualitatif dari senyawa yang tidak diketahui dengan membandingkan terhadap senyawa standard. Bila harga Rf-nya sama, berarti kedua senyawa tersebut identik. Pada percobaan ini, nilai Rf senyawa yang diuji adalah 1.











DAFTAR PUSTAKA

    Rahmania, Inti S.Si .2008. Modul Praktikum Kimia Dasar. Bandung.
    http://hamid-majelis.blogspot.co.id/2012/04/identifikasi-kurkumin-pada-temulawak.html



laporan kimia analitik

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK
TITRASI KOMPLEKSOMETRI



Oleh
Dini Febrianti W
D1A140933








    LABORATORIUM KIMIA DASAR JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS AL GIFARI
BANDUNG
2015

BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Prinsip Percobaan
Berdasarkan pembentukan senyawa kompleks yang larut antara ion logam dengan zat pembentuk kompleks.
1.2    Tujuan Percobaan
1.    Dapat menentukan kadar ion logam


























BAB II
TEORI PENUNJANG

2.1 Titrasi Kompleksometri
Titrasi kompleksometri adalah titrasi berdasarkan pembentukan senyawa kompleks antara kation dengan zat pembentuk kompleks. Titrasi kompleksometri juga dikenal sebagai reaksi yang meliputi reaksi pembentukan ion-ion kompleks ataupun pembentukan molekul netral yang terdisosiasi dalam larutan. Persyaratan mendasar terbentuknya kompleks demikian adalah tingkat kelarutan tinggi.
Dalam pembentukan senyawa kompleks harus diperhatikan syarat-syarat sebagai berikut :
1.    Jika ion atau logam pusatnya memiliki ukuran jari-jari yang kecil tetapi memiliki muatan yang besar dengan kata lain ion kecil bermuatan besar maka senyawa kompleks mudah terbentuk.
2.    Ion yang dimaksud memiliki orbital kosong dengan tingkat energi yang kurang lebih sama.
Titrasi kompleksometri biasanya digunakan dalam penentuan kadar ion logam polivalen atau senyawanya dengan menggunakan Na2EDTA (Dinatrium Etilen Diamin Tetra Asetat) sebagai larutan standar pembentuk kompleks. EDTA adalah suatu asam tetraprotik dengan 4 macam hidrolisis. Jika EDTA dinyatakan sebagai H4Y dengan reaksi umum sebagai berikut :
Mn+ + H2Y2- ↔ MYn-4 + 2H+
Dimana M adalah ion logam dan n adalah muatan ion logam seperti :
Mg2+ + H2Y2- ↔ MgY2- + 2H+
Ca2+ + H2Y2- ↔ CaY2- + 2H+
Al3+ + H2Y2- ↔ AlY- + 2H+
Disamping EDTA masih ada lagi larutan lain yang juga dipakai sebagai larutan standar dalam titrasi ini. Ada beberapa cara titrasi yang menggunakan EDTA yang bertujuan untuk menyesuaikan dengan kestabilan kompleks yang terbentuk antara lain :
1.    Cara langsung
2.    Cara tidak langsung
3.    Cara substitusi
Titrasi kompleksometri umumnya dilakukan secara langsung untuk logam yang dengan cepat membentuk senyawa kompleks, sedangkan yang lambat membentuk senyawa kompleks dilakukan titrasi kembali.

2.2    Dinatrium Etilen Diamin Tetra Asetat (Na2EDTA)
Asam etilen diamin tetra asetat atau yang lebih dikenal dengan EDTA, merupakan salah satu jenis asam amina polikarboksilat. Suatu EDTA dapat membentuk senyawa kompleks yang mantap dengan sejumlah besar ion logam sehingga EDTA merupakan ligan yang tidak selektif. Selektivitas kompleks dapat diatur dengan pengendalian pH, misal Mg, Ca, Cr, dan Ba dapat dititrasi pada pH = 11 EDTA. Sebagian besar titrasi kompleksometri mempergunakan indikator yang juga bertindak sebagai pengompleks dan tentu saja kompleks logamnya mempunyai warna yang berbeda dengan pengompleksnya sendiri. Indikator demikian disebut indikator metalokromat. Indikator jenis ini contohnya adalah Eriochrome Black T, Pyrocatechol Violet,  Xylenol Orange, Calmagit, Zincon, Asam Salisilat, Cetafalein, dan Calcein Blue.

2.3    Indikator Titrasi Kompleksometri
Titrasi dapat ditentukan dengan adanya penambahan indikator yang berguna sebagai tanda tercapai titik akhir titrasi. Ada lima syarat suatu indikator ion logam dapat digunakan pada pendeteksian visual dari titik-titik akhir, yaitu:
1.    Reaksi warna harus sedemikian sehingga sebelum titik akhir, bila hampir semua ion logam telah berkompleks dengan EDTA, larutan akan berwarna kuat.
2.    Reaksi warna itu haruslah spesifik (khusus), atau sedikitnya selektif.
3.    Kompleks-indikator logam itu harus memiliki kestabilan yang cukup, kalau tidak, karena disosiasi, tak akan diperoleh perubahan warna yang tajam.
4.    Kompleks-indikator logam itu harus kurang stabil dibanding kompleks logam-EDTA untuk menjamin agar pada titik akhir, EDTA memindahkan ion-ion logam dari kompleks-indikator logam ke kompleks logam-EDTA harus tajam dan cepat.
5.    Kontras warna antara indikator bebas dan kompleks-indikator logam harus sedemikian sehingga mudah diamati. Indikator harus sangat peka terhadap ion logam sehingga perubahan warna terjadi sedikit mungkin dengan titik ekuivalen.
Penetapan titik akhir titrasi digunakan indikator logam, yaitu indikator yang dapat membentuk senyawa kompleks dengan ion logam. Ikatan kompleks antara indikator dan ion logam harus lebih lemah dari pada ikatan kompleks antara larutan titer dan ion logam. Larutan indikator bebas mempunyai warna yang berbeda dengan larutan kompleks indikator. Indikator yang banyak digunakan dalam titrasi kompleksometri adalah:
a. Hitam eriokrom
Indikator ini peka terhadap perubahan kadar logam dan pH larutan. Pada pH 8 -10 senyawa ini berwarna biru dan kompleksnya berwarna merah anggur. Pada pH 5 senyawa itu sendiri berwarna merah, sehingga titik akhir sukar diamati, demikian juga pada pH 12. Umumnya titrasi dengan indikator ini dilakukan pada pH 10.
b. Jingga xilenol
Indikator ini berwarna kuning sitrun dalam suasana asam dan merah dalam suasana alkali. Kompleks logam-jingga xilenol berwarna merah, karena itu digunakan pada titrasi dalam suasana asam.
c. Biru Hidroksi Naftol
Indikator ini memberikan warna merah sampai lembayung pada daerah pH 12 –13 dan menjadi biru jernih jika terjadi kelebihan edetat.

2.4    Penentuan Kadar Ca Dengan Metode Titrasi Kompleksometri
Prinsip kerja dalam penentuan kadar Ca secara kompleksometri yaitu berdasarkan reaksi pembentukan senyawa kompleks dengan EDTA, sebagai larutan standar dengan bantuan indikator tertentu. Titik akhir titrasi ditujukkan dengan terjadinya perubahan warna larutan, yaitu merah anggur menjadi biru.

2.5     Apliksasi Metode Titrasi Kompleksometri Dalam Bidang Farmasi
Titrasi kompleksometri ini digunakan untuk penetapan kation bervalensi banyak dalam air. Didalam dunia farmasi, metode ini banyak digunakan dalam penetapan kadar suatu senyawa obat yang mengandung ion logam Misalnya penentuan kadar MgSO4 yang digunakan sebagai laksativum atau ZnO yang digunakan sebagai antiseptik.
Keuntungan dari metode kompleksometri adalah waktu pengerjaannya lebih sederhana dibandingkan gravimetri dan spektrometer. Sedangkan kerugiannya adalah penentuan titik akhir susah ditentukan, karena sangat dipengaruhi oleh pH dan bahan yang digunakan cukup banyak dibandingkan dengan metode lain yaitu larutan bak, indikator, larutan dapar, dan larutan asam atau basa.



BAB III
PROSEDUR PERCOBAAN

3.1    Alat dan Bahan
Alat :
1.    Buret
2.    Filler
3.    Gelas kimia 100 mL
4.    Klem dan Statif
5.    Labu erlenmeyer 250 mL
6.    Labu ukur 100 mL
7.    Neraca analitik
8.    Pipet seukuran 10 mL
9.    Pipet tetes
10.    Spatulla

Bahan
1.    Aquadest
2.    Dinatrium Etilen Diamin Tetra Asetat (Na2EDTA) padat
3.    Indikator EBT
4.    Kalsium Klorida (CaCl2) padat
5.    Larutan Buffer Salmiak pH 10
6.    Magnesium Sulfat (MgSO4) padat

3.2    Prosedur Percobaan
1.    Pembuatan Larutan Na2EDTA 0,1 M Sebanyak 100 mL
•    Ditimbang dengan teliti Na2EDTA padat sebanyak 3,72 gram.
•    Dilarutkan dalam 100 mL aquadest dan dihomogenkan.
2.    Pembuatan Larutan MgSO4 MgSO4 0,1 M Sebanyak 100 mL
•    Ditimbang dengan teliti MgSO4 padat sebanyak 1,38 gram.
•    Dilarutkan dalam 100 mL aquadest dan dihomogenkan.


3.    Standarisasi Larutan Na2EDTA 0,1 M
•    Dipipet 10 mL larutan MgSO4 0,1 M dan dimasukkan kedalam labu ukur 100 mL, kemudian diencerkan dengan aquadest hingga tanda batas.
•    Dipipet 10 mL larutan MgSO4 dari hasil pengenceran tersebut dan dimasukkan kedalam labu erlenmeyer. Lalu ditambahkan 5 mL buffer salmiak pH 10 dan seujung spatulla indikator EBT padat.
•    Kemudian dititrasi dengan larutan EDTA hingga terjadi perubahan warna dari merah anggur menjadi biru.
•    Pengujian dilakukan triplo lalu dihitung konsentrasi larutan EDTA.
4.    Pembuatan Larutan Sampel CaCl 2 0,1 M Sebanyak 100 mL
•    Ditimbang dengan teliti CaCl 2 padat sebanyak 1,47 gram.
•    Dilarutkan dalam 100 mL aquadest dan dihomogenkan.
5.    Penentuan Kadar Ca2+ Dalam Sampel
•    Dipipet sebanyak 10 mL larutan sampel dan dimasukkan kedalam labu erlenmeyer kemudian diencerkan hingga 100 mL.
•    Ditambahkan 5 mL buffer salmiak pH 10 dan seujung spatulla indikator EBT padat.
•    Kemudian dititrasi dengan larutan EDTA hingga terjadi perubahan warna dari merah anggur menjadi biru.
•    Pengujian dilakukan triplo lalu dihitung kadar Ca2+ dalam sampel.













BAB IV
DATA PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Hasil Pengamatan
1.    Data Titrasi Pembakuan Larutan EDTA 0,1 M
Volume Larutan MgSO4 (mL)    Volume Larutan EDTA (mL)
    Awal    Akhir    Pemakaian
10    25    26,3    1,3
10    27    28,3    1,3
10    29    30,2    1,2
Volume Rata-Rata    1,3
    Konsentrasi larutan EDTA yang didapat adalah 0,77 M

2.    Data Titrasi Penentuan Kadar Ca2+ Dalam Sampel
Volume Larutan CaCl2 (mL)    Volume Larutan EDTA (mL)
    Awal    Akhir    Pemakaian
10    31    41,7    10,7
10    0    10,8    10,8
10    11    221,3    10,3
Volume Rata-Rata    10,6
    Kadar Ca2+ dalam sampel adalah 0,82 M

4.2 Pembahasan
Pada praktikum ini dilakukan percobaan titrasi kompleksometri menggunakan pengompleks garam etilen diamin tetra asetat (Na2EDTA). Sampel yang mengandung ion kalsium akan dititrasi dengan larutan Na2EDTA. Penggunaan Na2EDTA dalam percobaan ini dilakukan karena EDTA sebagai garam natrium (Na2H2Y) sendiri merupakan larutan standar primer. Kompleks logam dengan menggunakan titran ini mudah larut dalam air dimana titik ekivalennya segera tercapai dalam titrasi. Sebelum melakukan titrasi, dilakukan penambahan Buffer Salmiak pH 10 ke dalam larutan sampel karena warna dari zat kompleks logam-indikator sangat dipengaruhi oleh pH larutan, oleh karena itu penting untuk menggunakan larutan Buffer untuk dapat menjaga pH yang dikehendaki selama titrasi. Setelah itu, dilakukan penambahan indikator EBT ke dalam larutan yang kemudian dilakukan titrasi. Indikator EBT digunakan dalam percobaan ini karena indikator ini dapat menitrasi secara langsung ion kalsium (Ca2+) menggunakan indikator EBT ini.
Pada saat penambahan indikator terjadi reaksi antara ion kalsium (Ca2+) dengan indikator EBT, seperti reaksi di bawah ini :
CaCO3 + In3-  CaI-
(ungu)
Kompleks logam-indikator yang terbentuk menghasilkan warna ungu dimana setelah penambahan garam EDTA, ion logam akan bebas dan berikatan dengan Na2EDTA sehingga indikator akan berubah warna dari warna indikator yang membentuk kompleks dengan ion logam ke warna indikator yang bebas dari ion logam. Hal ini disebabkan karena kompleks logam-indikator lebih lemah daripada kompleks logam-EDTA sehingga EDTA yang ditambahkan selama titrasi akan mengikat ion logam bebas. Reaksi yang terjadi antara ion logam, Na2EDTA dan indikator dapat terlihat di bawah ini :
CaI- + Na2EDTA  CaEDTA + I3- + 2Na+
                (ungu)                       (biru)
Berdasarkan hasil pengamatan dan hasil analisa data, kadar kalsium yang diperoleh adalah 0,82 M.







BAB VI
KESIMPULAN

Titrasi kompleksometri adalah titrasi berdasarkan pembentukan senyawa kompleks antara kation dengan zat pembentuk kompleks. Titrasi kompleksometri juga dikenal sebagai reaksi yang meliputi reaksi pembentukan ion-ion kompleks ataupun pembentukan molekul netral yang terdisosiasi dalam larutan. Persyaratan mendasar terbentuknya kompleks demikian adalah tingkat kelarutan tinggi.
Pada praktikum ini dilakukan percobaan titrasi kompleksometri menggunakan pengompleks garam etilen diamin tetra asetat (Na2EDTA). Sampel yang mengandung ion kalsium akan dititrasi dengan larutan Na2EDTA. Penggunaan Na2EDTA dalam percobaan ini dilakukan karena EDTA sebagai garam natrium (Na2H2Y) sendiri merupakan larutan standar primer. Sampel yang digunakan adalah CaCl2. Berdasarkan hasil pengamatan dan hasil analisa data, kadar kalsium yang diperoleh adalah 0,82 M.


















LAMPIRAN

    Perhitungan Penimbangan Na2EDTA
Pembuatan larutan Na2EDTA 0,1 M sebanyak 100 mL
MR Na2EDTA = 372,24 g/mol
Volume Na2EDTA yang akan dibuat = 100 mL
Molaritas Na2EDTA yang akan dibuat = 0,1 M
M Na2EDTA = (gr/MR) x (1000/V)
gr Na2EDTA = (MR x M Na2EDTA x V) / 1000
          = 3,72 gram.
           
    Perhitungan Penimbangan Magnesium(II) Sulfat
Pembuatan larutan Magnesium(II) Sulfat (MgSO4) 0,1 M sebanyak 100 mL
MR MgSO4 = 138,36 g/mol
Volume MgSO4 yang akan dibuat = 100 mL
Normalitas MgSO4 yang akan dibuat = 0,1 M
M MgSO4  = (gr/MR) x (1000/V)
gr MgSO4  = (BE x M MgSO4 x V) / 1000
           = 1,38 gram.

    Perhitungan Molaritas Larutan Na2EDTA
Molaritas Larutan Na2EDTA setelah pembakuan
Molaritas larutan MgSO4 yang digunakan = 0,1 M
Volume MgSO4 yang dipipet = 10 mL
Volume rata-rata Na2EDTA yang digunakan = 1,30 mL
Maka, molaritas larutan Na2EDTA :
V1.M1= V2.M2
10 mL . 0,1 M        = 1,30 mL . X
        X =  10 mL . 0,1 M
            1,30 mL
        X = 0,77 M


Keterangan :
            V1 : volume larutan MgSO4 (mL)
                 M1 : normalitas larutan MgSO4 (M)
                V2 : volume larutan Na2EDTA  (mL)
                M2: normalitas larutan Na2EDTA (M)

    Perhitungan Penimbangan Kalsium(II) Klorida
Pembuatan larutan Kalsium(II) Klorida (CaCl2) 0,1 M sebanyak 100 mL
MR CaCl2= 147,02  g/mol
Volume CaCl2 yang akan dibuat = 100 mL
Molaritas CaCl2 yang akan dibuat = 0,1 M
M CaCl2 = (gr/MR) x (1000/V)
gr CaCl2 = (MR x M CaCl2 x V) / 1000
               = 1,47 gram.

    Perhitungan Kadar Ion Ca2+
Kadar Ion Ca2+ Dalam Sampel CaCl2
Molaritas larutan Na2EDTA yang digunakan = 0,77 M
Volume CaCl2 yang dipipet = 10 mL
Volume rata-rata Na2EDTA yang digunakan = 10,60 mL
Maka, molaritas Ion Ca2+ Dalam Sampel CaCl2 :
V1.M1= V2.M2
10 mL . X     = 10,60 mL . 0,77 M
      X        =  10,60 mL . 0,77 N
                10 mL
      X        = 0,82 N
Keterangan :
            V1 : volume larutan CaCl2 (mL)
                 M1 : molaritas larutan CaCl2 (M)
                V2 : volume larutan Na2EDTA  (mL)
                M2: molaritas larutan Na2EDTA (M)



DAFTAR PUSTAKA

    Rahmania, Inti S.Si .2008. Modul Praktikum Kimia Dasar. Bandung.
    http://faradillahchemistry09.blogspot.co.id/2012/10/laporan-titrasi-kompleksometri.html
    http://addpharmacy.blogspot.co.id/2013/05/kompleksometri.html
    http://rosaliamatildachemisrtry2011.blogspot.co.id/2013/10/titrasi-kompleksometri-reaksi.html


laporan kimia analitik

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK
ANALISIS KATION


Oleh
Dini Febrianti W
D1A140933

   

LABORATORIUM KIMIA DASAR JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS AL GIFARI
BANDUNG
2015
BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Prinsip Percobaan
Berdasarkan reaksi dengan zat pengidentifikasi yang dapat menimbulkan terjadinya perubahan warna, endapan maupun nyala api yang spesifik.
1.2    Tujuan Percobaan
1.    Mengidentifikasi adanya kation pada suatu sampel dan membuat persamaan reaksi kimia yang berdasarkan percobaan.

























BAB II
TEORI PENUNJANG

Analisis kation termasuk dalam analisis kimia kualitatif. Kation terdiri dari beberapa golongan namun penggolongan kation tidak berdassarkan golongan unsur dalam sistem periodik melainkan berdasarkan kesamaan sifat ketika bereaksi dengan beberapa pereaksi dimana penggologan ini dikenal dengan metode H2S.    
    Untuk tujuan analisis kualitatif sistematik kation-kation diklasifikasikan dalam lima golongan berdasarkan sifat-sifat kation itu terhadap beberapa reagenesia. Reagenesia golongan yang dipakai untuk klasifikasi kation yang paling umum adalah asam klorida, hidrogen sulfida, amonium sulfida, dan amonium karbonat. Klasifikasi ini didasarkan atas apakah suatu kation bereaksi dengan reagenesia-reagenesia ini dengan membentuk endapan atau tidak. Jadi dapat dikatakan bahwa klasifikasi kation yang paling umum didasarkan atas kelarutan dari klorida, sulfida, dan karbonat dari kation tersebut.
    Kelima golongan dan ciri-ciri khas golongan ini adalah sebagai berfikut :
Golongan I : Kation golongan ini membentuk endapan dengan asam klorida encer. Ion-ion golongan ini adalah timbal, merkurium(I) (raksa) dan perak.

Golongan II : Kation golongan ini tidak bereaksi dengan asam klorida, tetapi membentuk endapan dengan hidrogen sulfida dalam suasana asam mineral encer. Ion-ion golongan ini adalah merkurium(II), tembaga, bismut, kadmium, arsenik(III), arsenik(V), stibium(III), timah(II), dan timah(III) (IV). Keempat ion yang pertama merupakan sub-golongan Iia dan keenam yang terakhir sub-golonganIIb. Sementara sulfida dari kation dalam golongan Iia tidak dapat larut dalam amonium polisulfida, sulfida dari kation dalam golongan IIb justru dapat larut.

Golongan III : Kation golongan ini tidak dapat bereaksi dengan asam klorida encer, ataupun dengan hidrogen sulfida dalam suasana mineral encer. Namun, kation golongan ini membentuk endapan dengan amonium sulfida dalam suasana netral atau amoniakal. Kation-kation golongan ini adalah kobalt(II), nikel(II), Besi(II), besi(III), kromium(III), aluminium, zink, dan mangan(II).

Golongan IV : kation golongan ini tidak dapat bereaksi dengan reagenesia Golongan I, II, dan III. Kation-kation ini membentuk endapan dengan amonium karbonat dengan adanya amonium klorida, dalam suasana netral atau sedikit asam. Kation-kation golongan ini adalah kalsium, stronsium, dan barium.

Golongan V : Kation-kation yang umum, yang tidak bereaksi dengan reagenesia-reagenesia golongan sebelumnya, merupakan golongan kation yang terakhir, yang meliputi ion-ion natrium, magnesium, kalium, amonium, litium, dan hidrogen.
    Kation golongan pertama, membentuk klorida-klorida yang tidak larut. Namun, timbal klorida sedikit larut dalam air, oleh karena itu timbal tidak pernah mengendap dengan sempurna bila ditambahkan asam klorida encer kepada suatu cuplikan. Ion timbal yang tersisa itu diendapkan secara kuantitatif dengan hidrogen sulfida dalam suasan asam bersama-sama kation golongan kedua. Nitrat dari kation-kation ini sangat mudah larut. Diantara sulfat-sulfat, timbal sulfat praktis tidak larut, sedangkan perak sulfat larut jauh lebih banyak. Kelarutan merkurium(I) sulfat terletak diantara kedua zat diatas. Bromida dan iodida juga tidak larut, sedangkan pengendapan timbal halida tidak sempurna, dan endapan itu mudah sekali larut dalam air panas. Sulfida tidak larut. Asetat-asetat lebih mudah larut, meskipun perak asetat bisa mengendap dari larutan yang tidak pekat. Hidroksida dan karbonat akan diendapkan dengan reagenesia yang jumlahnya ekuivalen, tetapi jika reagenesia berlebihan, ia dapat bertindak dengan bermacam-macam cara. Juga terdapat perbedaan dalam sifat zat-zat ini terhadap amonia.
    Kation-kation golongan kedua dibagi menjadi menjadi dua sub-golongan yaitu sub-golongan tembaga dan sub-golongan arsenik. Dasar dari pembagian ini adalah kelarutan endapan sulfida dalam amonium polisulfida. Sulfida dari sub-golongan tembaga tidak larut dalam reagenesia ini, sulfida dari sub-golongan arsenik melarut dengan membentuk garam tio. Sub-golongan tembaga terdiri dari merkurium(II), timbal(II), bismut(III), tembaga(II), dan kadmium(II). Klorida, nitrat, dan sulfida dari kation-kation sub-golongan tembaga sangat mudah larut dalam air. Sulfida, hidroksida, dan karbonatnya tidak larut. Sub-golongan arsenik terdiri dari ion arsenik(III), arsenik(IV), stibium(III), stibium(V), timah(II), dan timah(IV). Ion-ion ini mempunyai sigfat amfoter yaitu oksidanya membentuk garam baik dengan asam maupun dengan basa.
    Kation-kation golongan ketiga tidak dapat diendapkan oleh reagenesia  golongan untuk golongan I dan II, tetapi semuanya diendapkan dengan adanya amonium klorida, oleh hidrogen sulfida dari larutan yang telah dijadikan basa dengan larutan amonia. Kation-kation ini diendapkan sebagai sulfida, kecuali aluminium dan kromium yang diendapkan sebagai hidroksida karena hidrolisis yang sempurna dari sulfida dalam larfutan air. Besi, aluminium, dan kromium (sering disertai sedikit mangan) juga diendapkan sebagai hidroksida oleh larutan amonia dengan adanya amonium klorida, sedangkan kation-kation lain dari golongan ini tetap berada dalam larutan dan dapat diendapkan sebagai sulfida oleh hidrogen sulfida. Maka golongan ini dibagi menjadi golongan besi (besi, aluminium, dan kromium) atau Golongan IIIA, dan golongan zink(nikel, kobalt, mangan, dan zink) atau Golongan IIIB.
    Kation-kation golongan keempat tidak dapat bereaksi dengan asam klorida, hidrogen sulfida ataupun amonium sulfida. Tetapi dapat bereaksi dengan amonium karbonat membentuk endapan-endapan putih. Uji ini harus dilakukan dalam suasana netral atau basa. Ketiga golongan alkali tanah ini (barium, kalsium, dan sronsium) akan menguraikan air dengan laju yang berbeda-beda, dengan membentuk hidroksida dan gas hidrogen. Hidroksidanya merupakan basa kuat, meskipun dengan kelarutan yang berbeda-beda. Barium hidroksida merupakan yang paling mudah larut, sedangkan kalsium hidroksida yang paling sedikit larut diantara ketiganya. Klorida dan nitrat dari alkali tanah sangat mudah larut. Karbonat, sulfat, fosfat, dan oksalatnya tidak dapat larut.
    Kation-kation golongan kelima tidak dapat bereaksi dengan asam klorida, hidrogen sulfida, amonium sulfida atau amonium karbonat. Reaksi-reaksi khusus atau uji-uji nyala dapat dipakai untuk mengidentifikasi ion-ion ini. Dari kation-kation golongan ini, magnesium memperlihatkan reaksi-reaksi yang serupa dengan reaksi-reaksi dari kation-kation golongan keempat. Namun, magnesium karbonat dengan adanya garam amonium akan larut tidak akan ikut mengendap bersama kation golongan keempat. Reaksi ion amonium sangat serupa dengan reaksi-reaksi ion kalium, karena jari-jari ion dari kedua ion ini hampir identik. 













BAB III
PROSEDUR PERCOBAAN

3.1 Prosedur Percobaan
A.    Alat dan Bahan
Alat :
1.    Gelas kimia
2.    Kawat nikrom/ose
3.    Pembakar Spirtus
4.    Pipet tetes
5.    Plat tetes
6.    Rak tabung reaksi
7.    Spatulla
8.    Tabung reaksi

Bahan :
1.    Aquadest panas
2.    Asam Klorida (HCl) pekat
3.    Es
4.    Formalin
5.    Larutan Ammonium (NH4OH)
6.    Larutan Ammoniumtiosianat (NH4SCN) 0,1 M
7.    Larutan Asam Klorida (HCl) 0,1 N
8.    Larutan Asam Nitrat (HNO3)  0,1 N
9.    Larutan Besi(II) Sulfat (FeSO4)
10.    Larutan Besi(III) Klorida (FeCl3)
11.    Larutan Bismut Nitrat (Bi(NO3)3)
12.    Larutan Kalium Heksasianoferat(III) (K4[Fe(CN)6]) 0,1 M
13.    Larutan Kalium Iodida (KI) 0,1 M
14.    Larutan Natrium Hidroksida (NaOH) 0,1 M
15.    Larutan Natrium Sulfida (Na2S) 0,1 M
16.    Larutan Perak Nitrat (AgNO3)
17.    Larutan Raksa(II) Klorida (HgCl2)
18.    Larutan Raksa(II) Nitrat (Hg(NO3)2)
19.    Larutan Seng Sulfat (ZnSO4)
20.    Larutan Tembaga Sulfat (CuSO4)
21.    Larutan Timbal Nitrat (Pb(NO3)2)
22.    Larutan Titan Yellow
23.    Padatan Barium Klorida (BaCl2)
24.    Padatan Kalium Klorida (KCl)
25.    Padatan Kalsium Klorida (CaCl2)
26.    Padatan Magnesium Klorida (MgCl2)
27.    Padatan Natrium Klorida (NaCl)
B.    Prosedur Percobaan
1.    Analisis Kation Golongan 1 (Ag+, Pb2+, Hg+)
a.    Ag+ dari sampel AgNO3
1)    Dimasukkan 0,5 mL sampel kedalam tabung reaksi dan ditambahkan 0,5 mL HCl 0,1 N sampai terbentuk endapan putih. Selanjutnya ditambahkan beberapa tetes NH4OH hingga endapan putih larut dan ditambahkan beberapa tetes HNO3 0,1 N sampai endapan putih terbentuk kembali.
2)    Dimasukkan 0,5 mL sampel kedalam tabung reaksi kemudian ditambahkan 0,5 mL NaOH 0,1 M dan diamati perubahan yang terjadi.
3)    Dimasukkan 0,5 mL sampel kedalam tabung reaksi kemudian ditambahkan 0,5 mL amoniak dan beberapa tetes formalin hingga terbentuk endapan cermin perak.
b.    Pb2+ dari sampel Pb(NO3)2
1)    Kedalam tabung reaksi dimasukkan 0,5 mL sampel kemudian ditambahkan 0,5 mL HCl encer dan 1 mL aquadest panas selanjutnya tabung reaksi ditempatkan didalam wadah berisi es. Diamati setiap perubahan yang terjadi.
2)    Kedalam tabung reaksi dimasukkan 0,5 mL sampel kemudian ditambahkan 0,5 mL KI 0,1 M  dan diamati perubahan yang terjadi.
c.    Hg+ dari sampel Hg(NO3)2
1)    Kedalam tabung reaksi dimasukkan 0,5 mL sampel kemudian ditambahkan 0,5 mL KI 0,1 M dan diamati perubahan yang terjadi. Selanjutnya ditambahkan lagi 0,5 mL KI dan diamati kembali perubahan yang terjadi.
2)    Kedalam tabung reaksi dimasukkan 0,5 mL sampel kemudian ditambahkan 0,5 mL NaOH 0,1 M dan diamati perubahan yang terjadi.

2.    Analisis Kation Golongan 2 (Cu2+, Hg2+, Bi3+)
a.    Cu2+ dari sampel CuSO4
1)    Kedalam tabung reaksi dimasukkan 0,5 mL sampel kemudian ditambahkan 0,5 mL HCl 0,1 N dan 0,5 mL Na2S 0,1 M dan diamati perubahan yang terjadi.
2)    Kedalam tabung reaksi dimasukkan 0,5 mL sampel kemudian ditambahkan 0,5 mL K4[Fe(CN)6] 0,1 M dan diamati perubahan yang terjadi.
b.    Hg2+ dari sampel HgCl2
1)    Kedalam tabung reaksi dimasukkan 0,5 mL sampel kemudian ditambahkan 0,5 mL KI 0,1 M dan diamati perubahan yang terjadi. Selanjutnya ditambahkan lagi 0,5 mL KI dan diamati kembali perubahan yang terjadi.
2)    Kedalam tabung reaksi dimasukkan 0,5 mL sampel kemudian ditambahkan 0,5 mL NaOH 0,1 M dan diamati perubahan yang terjadi.
c.    Bi3+ dari sampel Bi(NO3)3
1)    Kedalam tabung reaksi dimasukkan 0,5 mL sampel kemudian ditambahkan 0,5 mL KI 0,1 M dan diamati perubahan yang terjadi. Selanjutnya ditambahkan lagi 0,5 mL KI dan diamati kembali perubahan yang terjadi.
2)    Kedalam tabung reaksi dimasukkan 0,5 mL sampel kemudian ditambahkan 0,5 mL formalin dan diamati perubahan yang terjadi.





3.    Analisis Kation Golongan 3 (Fe2+, Fe3+, Zn2+)
a.    Fe2+ dari sampel FeSO4
1)    Kedalam tabung reaksi dimasukkan 0,5 mL sampel kemudian ditambahkan 0,5 mL K4[Fe(CN)6] 0,1 M dan diamati perubahan yang terjadi.
2)    Kedalam tabung reaksi dimasukkan 0,5 mL sampel kemudian ditambahkan 0,5 mL NaOH 0,1 M dan diamati perubahan yang terjadi.
b.    Fe3+ dari sampel FeCl3
1)    Kedalam tabung reaksi dimasukkan 0,5 mL sampel kemudian ditambahkan 0,5 mL NH4SCN 0,1 M dan diamati perubahan yang terjadi.
2)    Kedalam tabung reaksi dimasukkan 0,5 mL  sampel kemudian ditambahkan 0,5 mL NaOH 0,1 M dan diamati perubahan yang terjadi.
c.    Zn2+ dari sampel ZnSO4
1)    Kedalam tabung reaksi dimasukkan 0,5 mL sampel kemudian ditambahkan 0,5 mL NaOH 0,1 M dan diamati perubahan yang terjadi.
2)    Kedalam tabung reaksi dimasukkan 0,5 mL sampel kemudian ditambahkan 0,5 mL K4[Fe(CN)6] 0,1 M dan diamati perubahan yang terjadi. Selanjutnya ditambahkan 0,1 mL NaOH 0,1 M dan diamati kembali perubahan yang terjadi.

4.    Analisis Kation Golongan 4 (Ba2+, Ca2+)
a.    Ba2+  dari sampel BaCl2
1)    Dicelupkan kawat nikrom kedalam HCl pekat lalu dimasukkan kawat nikrom kedalam padatan sampel pada plat tetes hingga menempel pada ujung kawat nikrom, kemudian kawat nikrom dimasukkan kedalam nyala api dan diamati warna nyala yang dipancarkan, jika diperlukan gunakan kaca kobalt.
b.    Ca2+ dari sampel CaCl2
1)    Dicelupkan kawat nikrom kedalam HCl pekat lalu dimasukkan kawat nikrom kedalam padatan sampel pada plat tetes hingga menempel pada ujung kawat nikrom, kemudian kawat nikrom dimasukkan kedalam nyala api dan diamati warna nyala yang dipancarkan, jika diperlukan gunakan kaca kobalt.

5.    Analisis Kation Golongan 5 (Na+, K+, Mg2+)
a.    Na+ dari sampel NaCl
1)    Dicelupkan kawat nikrom kedalam HCl pekat lalu dimasukkan kawat nikrom kedalam padatan sampel pada plat tetes hingga menempel pada ujung kawat nikrom, kemudian kawat nikrom dimasukkan kedalam nyala api dan diamati warna nyala yang dipancarkan, jika diperlukan gunakan kaca kobalt.
b.    K+ dari sampel KCl
1)    Dicelupkan kawat nikrom kedalam HCl pekat lalu dimasukkan kawat nikrom kedalam padatan sampel pada plat tetes hingga menempel pada ujung kawat nikrom, kemudian kawat nikrom dimasukkan kedalam nyala api dan diamati warna nyala yang dipancarkan, jika diperlukan gunakan kaca kobalt.
c.    Mg2+ dari sampel MgCl2
1)    Kedalam tabung reaksi dimasukkan 0,5 mL sampel kemudian ditambahkan 0,5 mL Titan Yellow dan 0,5 mL NaOH 0,1 M dan diamati perubahan yang terjadi.













BAB IV
DATA HASIL PERCOBAAN DAN PERSAMAAN REAKSI

4.1    Data Hasil Percobaan
1.    Analisis Kation Golongan 1 (Ag+, Pb2+, Hg+)
No    Analisis Kation dari Sampel    Pereaksi    Hasil
1a    1)    Ag+ dari sampel AgNO3    •    HCl 0,1 N


•    HCl 0,1 N + NH4OH

•    HCl 0,1 N + NH4OH + HNO3 0,1 N        Terbentuk endapan berwarna putih.
    Endapan putih melarut.
    Terbentuk kembali endapan berwarna putih.
    2)    Ag+ dari sampel AgNO3    •    NaOH        Terbentuk endapan berwarna putih.
    3)    Ag+ dari sampel AgNO3    •    NH4OH + Formalin        Terbentuk cincin perak.
2a    1)    Pb2+ dari sampel Pb(NO3)2    •    HCl encer + H2O panas

•    HCl encer + H2O panas
(dalam suhu dingin)        Terbentuk larutan berwarna putih.
    Endapan putih mengendap dan larutan menjadi tidak berwarna.
    2)    Pb2+ dari sampel Pb(NO3)2    •    KI 0,1 M        Terbentuk endapan berwarna kuning.
3a    1)    Hg+ dari sampel Hg2(NO3)2    •    KI 0,1 M

•    KI 0,1 M berlebih        Terbentuk larutan berwarna jingga.
    Terbentuk endapan berwarna jingga.
    2)    Hg+ dari sampel Hg2(NO3)2    •    NaOH 0,1 M        Terbentuk endapan berwarna coklat.

2.    Analisis Kation Golongan 2 (Cu2+, Hg2+, Bi3+)
No    Analisis Kation dari Sampel    Pereaksi    Hasil
2a    1)    Cu2+ dari sampel CuSO4    •    HCl 0,1N + Na2S 0,1M        Terbentuk larutan berwarna coklat muda.
    2)    Cu2+ dari sampel CuSO4     •    K4[Fe(CN)6] 0,1 M        Terbentuk larutan berwarna coklat kemerahan.
2b    1)    Hg2+ dari sampel HgCl2    •    KI berlebih        Terbentuk dua fasa dan larutan berwarna kuning muda.
    2)    Hg2+ dari sampel HgCl2    •    NaOH        Terbentuk endapan berwarna kuning.
2c    1)    Bi3+ dari sampel Bi(NO3)3    •    KI 0,1 M berlebih        Terbenyuk endapan berwarna jingga.
    2)    Bi3+ dari sampel Bi(NO3)3    •    Formalin         Terbentuk endapan berwarna putih.

3.    Analisis Kation Golongan 3 (Fe2+, Fe3+, Zn2+)
No    Analisis Kation dari Sampel    Pereaksi    Hasil
3a    1)    Fe2+ dari sampel FeSO4    •    K4[Fe(CN)6] 0,1 M        Terbentuk larutan  berwarna biru pekat.
    2)    Fe2+ dari sampel FeSO4    •    NaOH        Terbentuk larutan berwarna coklat dan endapan berwarna hitam.
3b    1)    Fe3+ dari sampel FeCl3    •    NH4SCN 0,1 M        Terbentuk larutan berwarna merah pekat.
    2)    Fe3+ dari sampel FeCl3    •    NaOH        Terbentuk larutan berwarna coklat.
3c    1)    Zn2+ dari sampel ZnSO4    •    NaOH 0,1 M        Terbentuk larutan berwarna biru
    2)    Zn2+ dari sampel ZnSO4    •    K4[Fe(CN)6] 0,1 M + NaOH 0,1 M        Terbentuk larutan berwarna kuning.

4.    Analisis Kation Golongan 4 (Ba2+, Ca2+)
No    Analisis Kation dari Sampel    Pereaksi    Hasil
4a    1)    Ba2+ dari sampel BaCl2    •    HCl pekat + Uji nyala        Api yang terbentuk berwarna jingga.
4b    1)    Ca2+ dari sampel CaCl2    •    HCl pekat + Uji nyala        Api yang terbentuk berwarna merah bata.

5.    Analisis Kation Golongan 5 (Na+, K+, Mg+)
No    Analisis Kation dari Sampel    Pereaksi    Hasil
5a    1)    Na+ dari sampel NaCl    •    HCl pekat + Uji nyala        Api yang terbentuk berwarna hijau.
5b    1)    K+ dari sampel KCl    •    HCl pekat + Uji nyala        Api yang terbentuk berwarna ungu.
5c    1)    Mg2+ dari sampel MgCl2    •    Titan Yellow + NaOH 0,1 M        Terbetuk larutan berwarna merah pekat.

4.2    Persamaan Reaksi
1.    Analisis Kation Golongan 1 (Ag+, Pb2+, Hg+)
a. Ag+ dari sampel AgNO3
1)    Ag+ + Cl- → AgCl ↓ (endapan berwarna putih)
AgCl ↓ + 2NH3 → [Ag(NH3)2]+ + Cl-
[Ag(NH3)2]+ + NO3-  → AgNO3 ↓ + 2NH3
2)    2Ag+ + 2OH- → Ag2O ↓ (endapan berwarna coklat) + H2O
3)    2Ag+ + 2NH3 + H2O → Ag2O ↓ (perak oksida)+ 2NH4+
Ag2O ↓ + 4NH3 + H2O → 2[Ag(NH3)2]+ + 2OH-
b. Pb2+ dari sampel Pb(NO3)2
1)    Pb2+ + 2Cl-  ↔ PbCl2 ↓ (endapan yang terbentuk dalam suasana dingin dan larut dalam air panas)
2)    Pb2+ + 2I- → PbI2 ↓ (endapan berwarna kuning)
c. Hg+ dari sampel Hg(NO3)2
1)    Hg22+ + 2I- → Hg2I2 ↓ (endapan berwarna hijau)
Hg2I2 ↓  + 2I- → [HgI4]2- + Hg ↓
2)    Hg22+ + 2OH- → Hg2O ↓ + H2O

2.    Analisis Kation Golongan 2 (Cu2+, Hg2+, Bi3+)
a. Cu2+ dari sampel CuSO4
1)    Cu2+ + S2- → CuS ↓ (endapan berwarna hitam)
2)    2Cu2+ + [Fe(CN)6]4- → Cu2[Fe(CN)6] ↓ (endapan berwarna coklat-kemerahan)
b. Hg2+ dari sampel HgCl2
1)    Hg2+ + 2I- → HgI2 ↓ (endapan berwarna merah)
HgI2 + 2I- → [HgI4]2- (endapan larut)
2)    Hg2+ + 2OH- → HgO ↓ (endapan berwarna merah kecoklatan, jika ditambahkan dalam jumlah yang stoikiometris endapan berubah menjadi berwarna kuning)
c. Bi3+ dari sampel Bi(NO3)3
1)    Bi3+ + 3I- → BiI3 ↓ (endapan berwarna hitam)
BiI3 ↓ + I- ↔ [BiI4]- (endapan mudah melarut dalam reagensia berlebih, terbentuk ion tetraiodobismutat yang berwarna jingga)


3.    Analisis Kation Golongan 3 (Fe2+, Fe3+, Zn2+)
a. Fe2+ dari sampel FeSO4
1)    Fe2+ + [Fe(CN)6]3- → Fe3+  + [Fe(CN)6]4- (larutan berwarna biru tua)
2)    Fe2+ + 2OH- → Fe(OH)2 ↓ (endapan berwarna putih)
Fe(OH)2 + 2H2O + O2 → 4Fe(OH)3 ↓ (endapan berwarna coklat kemerahan)
b. Fe3+ dari sampel FeCl3
       1)     Fe3+ + 3SCN- → Fe(SCN)3 (larutan berwarna merah tua)
       2)     Fe3+ + 3OH- → Fe(OH)3 ↓ (endapan berwarna coklat kemerahan)
c. Zn2+ dari sampel ZnSO4
1)    Zn2+ + 2OH- ↔ Zn(OH)2 ↓ (endapan seperti gelatin berwarna putih)
2)    3Zn2+ + 2K+ + 2[Fe(CN)6]4- → K2Zn3[Fe(CN)6]2 ↓ (endapan berwarna putih yang tidak larut dalam asam encer, tetapi larut dengan mudah dalam natrium hidroksida)
K2Zn3[Fe(CN)6]2 + 12OH- → 2[Fe(CN)6]4- + 3[Zn(OH)4]2- + 2K+





















BAB V
PEMBAHASAN

1.    Analisis Kation Golongan 1 (Ag+, Pb2+, Hg+)
a.    Ag+ dari sampel AgNO3
Penambahan asam klorida encer akan menyebabkan kation Ag+  mengendap menjadi endapan berwarna putih perak klorida yang mudah larut dalam larutan amonia yang akan menghasilkan ion kompleks diaminaargentat.
Penambahan larutan NaOH pada sampel AgNO3 akan menghasilkan endapan coklat perak oksida yang tidak dapat larut dalam reagenesia berlebihan namun akan melarut dalam larutan amonia dan asam nitrat. Pada percobaan ini, endapan yang dihasilkan berupa endapan berwarna putih hal ini dapat diakibatkan kesalahan dari pereaksi atau dari sampel yang sudah terkontaminasi zat lain.
Penambahan larutan amonia pada sampel AgNO3 akan menghasilkan endapan coklat perak oksida. Endapan larut dalam reagenesia berlebihan dan akan menghasilkan ion kompleks diaminaargentat. Larutan harus dibuang secepatnya, sebab bila didiamkan endapan perak nitrida (Ag3N) akan terbentuk, yang mudah meledak bahkan dalam keadaan basah sekalipun.

b.    Pb2+ dari sampel Pb(NO3)2
Penambahan larutan HCl encer pada sampel Pb(NO3)2 akan menghasilkan endapan putih dalam larutan yang dingin dan tidak terlalu encer. Endapan larut dalam air panas tetapi akan memisah kembali sebagai kristal-kristal yang panjang seperti jarum dalam suasana setengah dingin. Endapan juga akan melarut dalam asam klorida pekat atau kalium klorida pekat yang akan menghasilkan ion tetrakloroplumbat(III).
Penambahan larutan KI pada sampel Pb(NO3)2 akan menghasilkan endapan kuning timbal iodida. Endapan ini akan melarut dalam air mendidih, menghasilkan larutan yang tidak berwarna dan endapan akan terbentuk kembali sebagai keping-keping berwarna kuningkeemasan setelah mendingin.

c.    Hg+ dari sampel Hg(NO3)2
Penambahan larutan KI secara perlahan-lahan dan dalam larutan dingin pada sampel Hg(NO3)2 akan menghasilkan endapan hijau merkurium(II) iodida. Jika ditambah reagenesia berlebihan, terjadi reaksi disporsionasi serta terbentuk ion tetraiodomerkurat(II) yang larut dan merkurium hitam yang berbutir halus. Pada percobaan ini, endapan yang dihasilkan berupa endapan berwarna orange hal ini dapat diakibatkan kesalahan dari pereaksi. Dapat pula dari sampel yang sudah terkontaminasi zat lain atau dari suhu larutan yang tidak sesuai sehingga tidak terbentuk endapan yang seharusnya.
Penambahan larutan NaOH pada sampel Hg(NO3)2 akan menghasilkan endapan hitam merkurium(I) oksida. Endapan ini tidak larut dalam reagenesia berlebihan, tetapi mudah larut dalam asam nitrat encer.

2.    Analisis Kation Golongan 2 (Cu2+, Hg2+, Bi3+)
a.    Cu2+ dari sampel CuSO4
Penambahan larutan Na2S pada sampel CuSO4 akan menghasilkan endapan hitam. Untuk memperoleh endapan hitam tembaga(II) sulfida ini larutan harus bersifat asam. Tanpa adanya asam atau dalam larutan yang sedikit asam akan diperoleh endapan koloid berwarna hitam kecoklatan. Dengan menambahkan asam dan mendidihkannya dapat tercapai koagulasi. Untuk membuat suasana asam, dalam percobaan ini sampel ditambahkan larutan HCl 0,1N. Namun endapan yang dihasilkan berwarna coklat muda. Hal ini dapat diakibatkan oleh larutan HCl yang ditambahkan kedalam sampel terlalu encer atau karena tidak dilakukan proses pendidihan.
Penambahan larutan K4[Fe(CN)6] pada sampel CuSO4 akan menghasilkan endapan coklat kemerahan tembaga heksasianoferat(II) dalam suasana netral atau asam. Endapan larut dalam larutan amonia yang membentuk ion tembaga tetraamina yang berwarna biru tua. Dan dalam larutan NaOH yang akan membentuk endapan tembaga(II) hidroksida yang berwarna biru.

b.    Hg2+ dari sampel HgCl2
Penambahan larutan KI secara perlahan-lahan pada sampel HgCl2 akan menghasilkan endapan merah merkurium(II) iodida. Endapan ini akan melarut dalam reagenesia berlebihan yang akan membentuk ion tetraiodomerkurat(II). Larutan kalium tetraiodomerkurat(II) yang basa dipakai sebagai reagenesia yang selektif dan peka untuk ion amonium (regenesia Nessler). Pada percobaan ini, hasil yang dihasilkan berupa larutan berwarna kuning  hal ini dapat diakibatkan kesalahan dari pereaksi atau dari sampel yang sudah terkontaminasi zat lain.
Penambahan larutan NaOH  bila ditambahkan dalam jumlah sedikit pada sampel HgCl2 akan menghasilkan endapan merah kecoklatan dengan komposisi yang berbeda-beda. Dan jika penambahan larutan NaOH dalam jumlah yang stoikiometris, endapan berubah menjadi kuning ketika terbentuk merkurium(II) oksida. Endapan ini tidak larut dalam larutan NaOH berlebihan. Asam akan mudah melarutkan endapan ini. Reaksi ini adalah reaksi yang khas untuk ion-ion merkurium(II) dan dapat digunakan untuk embedakan merkurium(II) dari merkurium(I).

c.    Bi3+ dari sampel Bi(NO3)3
Penambahan larutan KI bila ditambahkan tetes demi tetes pada sampel Bi(NO3)3 akan menghasilkan endapan hitam bismut(III) iodida. Endapan ini mudah larut dalam reagenesia berlebihan yang akan membentuk ion tetraiodobismutat yang berwarna jingga.

3.    Analisis Kation Golongan 3 (Fe2+, Fe3+, Zn2+)
a.    Fe2+ dari sampel FeSO4
Penambahan larutan K4[Fe(CN)6] pada sampel FeSO4 akan menghasilkan endapan biru tua. Mula-mula ion heksasianoferat(III) mengoksidasikan besi(II) menjadi besi(III) dan menghasilkan heksasianoferat(II). Ion-ion ini bergabung menjadi endapan yang disebut biru Turnbull. Endapan ini dapat diuraikan oleh larutan natrium atau kalium hidroksida dimana besi(III) akan mengendap.
Penambahan larutan NaOH pada sampel FeSO4 akan menghasilkan endapan putih besi(II) hidroksida bila tidak terdapat udara sama sekali. Endapan ini tidak larut dalam reagenesia berlebihan, tetapi dapat larut dalam asa. Bila terkena udara, besi(II) hidroksida dengan cepat dioksidasikan yang pada akhirnya menghasilkan besi(III) hidroksida yang berwarna coklat kemerahan.

b.    Fe3+ dari sampel FeCl3
Penambahan larutan NH4SCN pada sampel FeCl3 akan menghasilkan endapan coklat kemerahan besi(III) sianida. Dalam reagenesia berlebihan, endapan melarut  menghasilkan larutan berwarna kuning dimana ion heksasianoferat(III) terbentuk. Reaksi-reaksi ini harus dilakukan didalam ruang asam, karena asam bebas yang terdapat dalam larytan besi(III) klorida membentuk gas hidrogen sianida dengan reagenesia. Ion besi(III) tidak dapat dideteksi dalam larutan heksasianoferat(III) dengan reaksi-reaksi yang biasa. Kompleks ini harus diuraikan terlebih dahulu dengan menguapkannya dengan asam pekat atau memijarkan cuplikan padat.
Penambahan larutan NaOH pada sampel FeCl3 akan menghasilkan endapan coklat kemerahan besi(III) hidroksida yang tidak dapat larut dalam reagenesia berlebih (perbedaan dari aluminium dan kromium).

c.    Zn2+ dari sampel ZnSO4
Penambahan larutan NaOH pada sampel ZnSO4 akan menghasilkan endapan seperti gelatin yang berwarna putih yaitu zink hidroksida. Endapan ini larut dlam asam dan juga dalam reagenesia berlebih. Zink hidroksida adalah senyawa yang amfoter. Pada percobaan ini, hasil yang dihasilkan berupa larutan berwarna biru hal ini dapat diakibatkan kesalahan dari pereaksi atau dari sampel yang sudah terkontaminasi zat lain.
Penambahan larutan K4[Fe(CN)6] pada sampel ZnSO4 akan menghasilkan endapan putih dengan komposisi yang berbeda-beda. Endapan ini tidak dapat larut dalam asam encer tetapi larut dengan mudah dalam natrium hidroksida. Reaksi ini dapat digunakan untuk membedakan zink dari aluminium. Pada percobaan ini, hasil yang dihasilkan berupa larutan berwarna kuning hal ini dapat diakibatkan kesalahan dari pereaksi atau dari sampel yang sudah terkontaminasi zat lain.

4.    Analisis Kation Golongan 4 (Ba2+, Ca2+)
a.    Ba2+ dari sampel BaCl2
Garam-garam barium, bila dipanaskan dalam nyala bunsen yang tidak cemerlang (yang kebiru-biruan), memberi warna hijau hijau kekuningan kepada nyala. Karena kebanyakan garam barium, kecuali kloridanya, tidak mudah menguap.

b.    Ca2+ dari sampel CaCl2
Senyawa-senyawa kalsium yang mudah menguap memberi warna merah kekuningan kepada nyala bunsen.

5.    Analisis Kation Golongan 5 (Na+, K+, Mg+)
a.    Na+ dari sampel NaCl
Nyala bunsen yang tidak cemerlang akan diwarnai kuning kuat oleh uap garam natrium. Warna ini tidak terlihat bila dipandang melalui 2 lapisan lempeng kaca kobalt yang biru.

b.    K+ dari sampel KCl
Senyawa-senyawa kalium, sebaiknya klorida,  mewarnai nyala bunsen yang tidak cemerlang menjadi lembayung (lila). Nyala kuning yang dihasilkan oleh natrium dalam jumlah sedikit, mengganggu warna lembayung itu, tetapi dengan memandang nyala melalui dua lapisan kaca kobalt yang biru, sinar-sinar natrium yang kuning akan diserap sehingga nyala kalium yang lembayung kemerahan akan terlihat.

c.    Mg2+ dari sampel MgCl2
Reagenesia Titan Yellow atau kuning titan adalah zat pewarna kuning yang larut dalam air. Kuning titan diadsorpsi oleh magnesium hidroksida, menghasilkan warna atau endapan merah tua. Fungsi penambahan larutan NaOH adalah untu merubah MgCl2 menjadi Mg(OH)2 agar kuning titan dapat diadsorpsi oleh Magnesium.























BAB VI
KESIMPULAN

Analisis kation termasuk dalam analisis kimia kualitatif. Kation terdiri dari beberapa golongan namun penggolongan kation tidak berdassarkan golongan unsur dalam sistem periodik melainkan berdasarkan kesamaan sifat ketika bereaksi dengan beberapa pereaksi dimana penggologan ini dikenal dengan metode H2S.
Untuk tujuan analisis kualitatif sistematik kation-kation diklasifikasikan dalam lima golongan berdasarkan sifat-sifat kation itu terhadap beberapa reagenesia. Reagenesia golongan yang dipakai untuk klasifikasi kation yang paling umum adalah asam klorida, hidrogen sulfida, amonium sulfida, dan amonium karbonat. Klasifikasi ini didasarkan atas apakah suatu kation bereaksi dengan reagenesia-reagenesia ini dengan membentuk endapan atau tidak. Jadi dapat dikatakan bahwa klasifikasi kation yang paling umum didasarkan atas kelarutan dari klorida, sulfida, dan karbonat dari kation tersebut.




















DAFTAR PUSTAKA

    Rahmania, Inti S.Si .2008. Modul Praktikum Kimia Analitik. Bandung.
    Vogel, A.I . 1979. Vogel Analisis Anorganik Kualitatif Edisi Ke Lima Bagian I. London. Longman Group Limited. Halaman 203 – 312.